Senin, 28 Juni 2010

Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Tentang
Wakaf Uang

KEPUTUSAN FATWA
KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
Tentang
WAKAF UANG


Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia setelah
Menimbang :
1. bahwa bagi mayoritas umat Islam Indonesia, pengertian wakaf yang umum
diketahui, antara lain, adalah:
yakni "menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya, dengan
cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tesebut, disalurkan pada
sesuatu yang mubah (tidak haram) yang ada, "(al-Ramli. Nihayah al-Muhtaj ila
Syarh al-Minhaj, [Beirut: Dar alFikr, 1984], juz V, h. 357; al-Khathib al-
Syarbaini. Mughni al-Muhtaj, [Beirut: Dar al-Fikr, t.th], juz II, h. 376);
atau "Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau
badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya guna kepentingan
ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam" dan "Benda
wakaf adalah segala benda, balk bergerak atau tidak bergerak, yang memiliki
daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam"
(Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Buku III, Bab I, Pasal 215, (1) dan (4));
sehingga atas dasar pengertian tersebut, bagi mereka hukum wakaf uang (waqf
al-nuqud, cash wakaf) adalah tidak sah;
2. bahwa wakaf uang memiliki fleksibilitas (keluwesan ) dan kemaslahatan besar
yang tidak dimiliki oleh benda lain;
3. bahwa oleh karena itu, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia memandang perlu
menetapkan fatwa tentang hukum wakaf uang untuk dijadikan pedoman oleh
masyarakat.
Mengingat :
1. Firman Allah SWT :
"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaijakan (yang sempurna), sebelum
kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu
nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya "(QS. Ali Imron [3]:92).
2. Firman Allah SWT :
"Perumpamaan (nafkah yang dikeluar-kan oleh) orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan
tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir.• seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran)
bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha
Mengetahui. Orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka
tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut
pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan penerima), mereka
memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati " (QS. al-Baqarah [2].261-262).
3. Hadis Nabis s.a.w.:
"Diriwayatkan dari Abu Hurairah r:a. bahwu Rasulullah s.a.w. bersabda,
"Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah (pahala) amal perbuatannya
kecuali dari tiga hal, yaitu kecuali dari sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang
dimanfaatkan, atau anak shaleh yang mendoakannya " (H.R. Muslim, alTirmidzi,
al-Nasa' i, dan Abu Daud).
4. Hadis Nabi s.a.w.:
'Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. bahwa Umar bin alKhaththab r. a.
memperoleh tanah (kebun) di Khaibar; lalu ia datang kepada Nabi s.a.w untuk
meminta petunjuk mengenai tanah tersebut. Ia herkata, "Wahai Rasulullah.' Saya
memperoleh tanah di Khaibar; yang belum pernah saya peroleh harta Yang lebih
haik bagiku melebihi tanah tersebut; apa perintah Engkau (kepadaku)
mengenainya? " Nabi s. a. w menjawab: "Jika mau, kamu tahan pokoknya dan
kamu sedekahkan (hasil)-nya. " Ibnu Umar berkata, "Maka, Umar
menyedekahkan tanah tersebut, (dengan men ysaratkan) bahwa tanah itu tidak
dijual, tidak dihibahkan, dan tidak diwariskan. Ia menyedekahkan (hasil)-nya
kepada fugara, kerabat, riqab (hamba sahaya, orang tertindas), sabilillah, ibnu
sabil, dan tamu. Tidak berdosa atas orang yang mengelolanya untuk memakan
diri (hasil) tanah itu secara ma 'ruf (wajar) dan memberi makan (kepada orang
lain) tanpa menjadikannya sebagai harta hak milik. " Rawi berkata, "Sava
menceritakan hadis tersebut kepada Ibnu Sirin, lalu ia herkata 'ghaira
muta'tstsilin malan (tanpa menyimpannya sebagai harta hakmilik) '. "(H.R. al-
Bukhari, Muslim, al-Tarmidzi, dan al Nasa'i).
5. Hadis Nabi s.a.w.:
Diriwayatkan dari Ibnu Umar r. a.; ia berkata, Umar r a. berkata kepada Nabi s.
a. w., "Saya mempunyai seratus saham (tanah, kebun) di Khaibst, belum pernah
saya mendapatkan harta yang lebih saya kagumi melebihi tanah itu; saya
bermaksud menyedekahkannya. " Nabi s.a.w berkata "Tahanlah pokoknya dan
sedekahkan buahnya pada sabilillah. "(H.R. al-Nasa' i).
6. Jabirr.a. berkata :
"Tak ada seorang sahabat Rasul pun yang memiliki kemampuan kecuali
berwakaf/. " (lihat Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wu Adillatuhu, [Damsyiq:
Dar al-Fikr, 1985], juz VIII, hi. 157; al-Khathib al-Syarbaini, Mughni al-Muhtaj.
[Beirut: Dar al-Fikr, t.th', jus II, h. 376).
Memperhatikan :
1. Pendapat Imam al-Zuhri (w. 124H.) bahwa mewakafkan dinas hukumnya boleh,
dengan cara menjadikan dinar tersebut sebagai modal usaha kemudian
keuntungannya disalurkan pada mauquf 'alaih (Abu Su'ud Muhammad. Risalah fi
Jawazi Waqf al-Nuqud, [Beirut: Dar Ibn Hazm, 1997], h. 20-2 1).
2. Mutaqaddimin dari ulaman mazhab Hanafi (lihat Wahbah al-Zuhaili, al Fiqh al-
Islam wa Adillatuhu, [Damsyiq: Dar al-Fikr, 1985], juz VIII, h. 162)
membolehkan wakaf uang dinar dan dirham sebagai pengecualian, atas dasar
Istihsan bi al-'Urfi, berdasarkan atsar Abdullah bin Mas'ud r.a:
"Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin maka dalam pandangan Allah
adalah baik, dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin maka dalam
pandangan Allah pun buruk".
3. Pendapat sebagian ulama mazhab al-Syafi'i:
"Abu Tsyar meriwayatkan dari Imam al-Syafi'i tentang kebolehan wakaf dinar
dan dirham (uang)" (alMawardi, al-Hawi al-Kabir, tahqiq Dr. Mahmud
Mathraji, [Beirut: Dar al-Fikr,1994[, juz IX,m h. 379).
4. Pandangan dan pendapat rapat Komisi Fatwa MUI pada hari Sabtu, tanggal 23
Maret 2002,. antara lain tentang perlunya dilakukan peninjauan dan
penyempurna-an (pengembangan) definisi wakaf yang telah umum diketahui,
dengan memperhatikan maksud hadis, antara lain, riwayat dari Ibnu Umar (lihat
konsideran mengingat [adillah] nomor 4 dan 3 di atas :
5. Pendapat rapat Komisi Fatwa MUI pada Sabtu, tanggal 11 Mei 2002 tentang
rumusan definisi wakaf sebagai berikut: yakni "menahan harta yang dapat
dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya atau pokoknya, dengan cara tidak
melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut (menjual, memberikan, atau
mewariskannya), untuk disalurkan (hasilnya) pada sesuatu yang mubah (tidak
haram) yang ada,"
6. Surat Direktur Pengembangan Zakat dan Wakaf Depag, (terakhir) nomor
Dt.1.IIU5/BA.03.2/2772/2002, tanggal 26 April 2002.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : FATWA TENTANG WAKAF UANG
Pertama :
1. Wakaf Uang (Cash Wakaf/Wagf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan
seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
2. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
3. Wakafuang hukumnya jawaz (boleh)
4. Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan
secara syar' ia
5. Nilai pokok Wakaf Uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual,
dihibahkan, dan atau diwariskan.
Kedua :
Fatwa ini berlaku sejak ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata
terdapat kekeliruan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan :
Jakarta, 28 Shafar 1423H
11 Mei 2002 M

Tidak ada komentar:

Posting Komentar