Senin, 28 Juni 2010

Peran Guru TPQ Dalam Peningkatan Moralitas

PROLOG Orang yang melakukan sesuatu tugas yang sesuai dengan kedudukannya dlam pekerjaan mengajar pada Lembaga Pendidikan dan Pengajaran Al Qur’an bagi anak usia TK 4 s.d 6 tahun dan usia SD 7 s/d 12 tahun, agar siap menjadi generasi muslim yang Qur’ani, yaitu generasi umat yang mencintai Al Qur’an dan mampu Baca Tulis Al Qur’an, sehingga memahami nilai-nilai ajaran Islam penuh peningkatan, penghayatan, dan pengamalannya pada kehidupan sehari-hari.
B. Guru TPQ 1. Memiliki : a . Potensi = Kemampuan; kekuatan. b. Tenaga = Daya yang dapat menggerakkan sesuatu. c. Pikiran = Akal Budi.
ان الله اشترى من المؤمنين انفسهم واموالهم بأن لهم الجنة (التوبة : 111)
3. Ujung tombak dalam mensosialisasikan amanat Allah, menyampaikan pertansferan pada proses belajar mengajar Al Qur’an kepada santri / umat Islam.
a.

C. Perannya Dalam Meningkatkan Moralitas Santri / Umat
Mempersiapkan Generasi yang Qur’ani
Berawal BA menjadi MA ( Buta Al Qur’an menjadi melek Al Qur’an )
Semakin cinta kepada kitab sucinya ( Al Qur’an )
Taat dalam beribadah.
Keimanannya mantap.
Sukses menghadapi HTAG (Hambatan, Tantangan, Ancaman, Gangguan )
Terfilter Rohani dan Jasmaninya dalam menghadapi era globalisasi.
Tercetaklah generasi yang paling baik moralnya ( ( أحسنهم خلقا

Mengukir Prestasi Dihadapan Ilahi

Khutbah Jum'at

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ أَرْشَدَكُمُ اللهُ ... أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُؤْمِنُوْنَ الْمُتَّقُوْنَ، وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى، حَيْثُ قَالَ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَـنِ الرَّحِيْمِ:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.

أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.

Ma’asyiral muslimin arsyadakumullah ...
Pada kesempatan yang baik ini, marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah Ta’ala yang telah memberikan taufiq serta hidayahNya, sehingga kita masih dalam keadaan Iman dan Islam...

Selanjutnya, dari atas mimbar Jum’ah ini, saya wasiatkan kepada diri saya berikut jama’ah sekalian, Marilah,- dari sisa-sisa waktu yang Allah berikan ini, kita gunakan untuk selalu mening-katkan ketaqwaan kita kepada Allah, yaitu dengan selalu memper-hatikan syariat Allah, kita aplikasikan dalam setiap derap langkah hidup kita hingga akhir hayat. Baik berhubungan dengan hal-hal yang wajib, sunnah, haram, makruh, maupun yang mubah. Karena, dengan ukuran inilah prestasi seorang manusia dinilai dihadapan Allah. Suatu ketika Umar Ibnul Khaththab bertanya kepada Ubay bin Ka’ab tentang gambaran taqwa itu. Lalu ia menjawab dengan nada bertanya: “Bagaimana jika engkau melewati jalan yang penuh onak dan duri?” Jawab Umar. “Tentu aku bersiap-siap dan hati-hati” Itulah taqwa, kata Ubay bin Ka’ab

Ma’asyiral muslimin, jama’ah Jum’ah rahimakumullah
Telah dimaklumi bahwa, manusia pada mulanya berasal dari dua orang sejoli, Nabiyullah Adam dan ibunda Hawa. Daripadanya berkembang menjadi banyak bangsa bahkan suku. Semua manusia dinegara manapun dinisbatkan kepada beliau berdua. Dalam hal ini Allah berfirman di dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13, artinya:“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Disebutkan dalam ayat ini bahwa kedudukan manusia dihadapan Allah adalah sama, tidak ada perbedaan. Adapun yang membedakan di antara mereka adalah dalam urusan diin (agama), yaitu seberapa ketaatan mereka kepada Allah dan RasulNya.
Al-Hafifzh Ibnu Katsir menambahkan: “Mereka berbeda di sisi Allah adalah karena taqwanya, bukan karena jumlahnya”
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:

لَيْسَ لأَحَدٍ عَلَى أَحَدٍ فَضْلٌ إِلاَّ بِالدِّيْنِ أَوْ عَمَلٍ صَالِحٍ. (رواه البيهقي).

“Tidaklah seseorang mempunyai keutamaan atas orang lain, kecuali karena diinnya atau amal shalih.”

Ma’asyiral muslimin jama’ah Jum’ah rahimakumullah ...
Saat ini, kehidupan manusia telah berkembang dengan pesat dalam segala aspeknya. Dari segi jumlah mencapai milyaran, dari sisi penyebaran, ratusan bangsa bahkan ribuan suku yang masing-masing mengembangkan diri sesuai potensi yang bisa dikem-bangkan. Darinya pula muncul beragam bahasa, adat istiadat, budaya dan lain-lain, termasuk teknologi yang mereka temukan. Namun, kalau kita renungkan semua itu adalah untuk jasmani kita (saja) agar hidup kita dalam keadaan sehat, tercukupi kebutuhan materi, tidak saling mengganggu, aman tentram dalam mengemban persoalan kehidupan. Inilah tuntutan “kasat mata” hidup seorang manusia.

Ma’asyiral muslimin, jama’ah Jum’ah rahimakumullah ...
Tak pelak dari perkembangan tersebut menimbulkan rasa gembira, puas, bangga, bahkan lebih dari itu, yakni sombong. Sebagai contoh, negara yang maju, kuat merasa lebih baik dan harus diikuti (baca: ditakuti) oleh negara yang lain. Orang kaya merasa lebih baik dari yang miskin, orang yang mempunyai jabatan dan kedudukan (tertentu yang lebih tinggi) merasa lebih baik dan pantas untuk diikuti oleh yang lain dalam segala tuntutannya. Bahkan kadang-kadang, orang yang ditakdirkan Allah mempunyai “kelebihan” dari orang yang ditakdirkan “kekurangan” itu menyu-ruh (memaksa)-nya untuk mengerjakan hal-hal yang menyalahi ajaran agama Allah.

Ma’asyiral Muslimin, Jama’ah Jum’ah rahikumullah ...
Begitulah kecenderungan manusia dalam memenuhi hasrat hidupnya, kadang (atau bahkan sering) tidak mempedulikan perintah atau larangan Allah. Padahal dari aturan agama inilah manusia diuji oleh Allah-menjadi hamba yang taat atau maksiat. Itulah parameter yang pada saatnya nanti akan dimintai pertanggung-jawabannya.

Tetapi sekali lagi, karena tipisnya ikatan manusia dengan syariat Allah, manusia banyak yang tidak menghiraukan halal atau haram, karena memang manusia “tidak punyak hak” untuk menghalalkan atau mengharamkan sesuatu, kecuali kembali kepada syariat agama Allah. Karena minimnya ilmu syar’i itulah yang menyebabkan banyak manusia terjerembab ke lembah kedurhakaan dan jatuh ke lumpur dosa. Bahkan tidak menutup kemungkinan, para pelakunya tidak merasa berbuat dosa, atau malah bangga dengan “amal dosa” itu, na’udzubillah.
Renungkanlah syair seorang tabi’in Abdullah Ibnul Mubarak:

رَأَيْتُ الذُّنُوْبَ تُمِيْتُ الْقُلُوْبَ وَيُوْرِثُكَ الذُّلَ اِدْمَانُهَا، وَتَرْكُ الذُّنُوْبِ حَيَاةُ الْقُلُوْبِ وَخَيْرٌ لِنَفْسِكَ عِصْيَانُهَا.

“Aku lihat perbuatan dosa itu mematikan hati, membiasakannya akan mendatangkan kehinaan. Sedang meninggalkan dosa itu menghidupkan hati, dan baik bagi diri(mu) bila meninggalkannya”

Prestasi manakah yang akan kita ukir? Prestasi barrun, taqiyyun, karimun (baik, taqwa, mulia!) Ataukah prestasi fajirun, syaqiyun, Dzalilun (ahli maksiat, celaka, hina) Dalam hal mana? Yaitu sejauh mana kita menyikapi ajaran Allah dan RasulNya. Perhatikanlah wasiat Imam Al-Hasan Al-Bashri berkata:

أَيُّهَا النَّاُس إِنَّمَا أَنْتَ أَيَّامٌ، كُلَّمَا ذَهَبَ يَوْمٌ ذَهَبَ بَعْضُكَ.

“Wahai manusia, ketahuilah bahwasanya engkau adalah (kumpulan) hari-hari, setiap ada sehari yang berlalu, maka hilanglah sebagian dari dirimu.”

Ma’asyiral muslimin, jama’ah Jum’ah rahimakumullah ..

· Sudah berapa umur kita yang berlalu begitu saja ..

· Sudah berapa amal taat yang telah kita kumpulkan sebagai investasi di sisi Allah ..

· Sudah berapa pula, amal maksiat yang telah kita lakukan yang menyebabkan kita (nantinya) terseret kedalam Neraka ..

Marilah, segera bertobat untuk ‘mengukir” dengan amal taat terhadap Allah dan Rasulnya.
Umat Islam (termasuk saya dan jama’ah sekalian) telah diberi hidayah berupa Al-Qur’an (dan As-Sunnah). Selanjutnya tinggal bagaimana umat Islam menerjemahkan dalam kehidupan sehari-hari. Apakah kita termasuk zhalimun linafsih, muqtashid, atau saabiqun bil khairat bi idznillah.
Dalam tafsirnya, Al-Hafizh Ibnu Katsir memberikan pengertiannya masing-masing sebagai berikut:

· Zhalimun linafsihi: Orang yang enggan mengerjakan kewajiban (syariat) tetapi banyak melanggar apa yang Allah haramkan (yang dilarang)

· Muqtashid: Orang yang menunaikan kewajiban, meninggalkan yang diharamkan, kadang meninggalkan yang sunnah dan mengerjakan yang makruh.

· Sabiqun bil khairat: Orang yang mengerjakan kewajiban dan yang sunnah, serta meninggalkan yang haram dan makruh, bahkan meninggalkan sebagian yang mubah (karena wara’nya)

Tak seorang pun di antara kita yang bercita-cita untuk mendekam dalam penjara. Apalagi penjara Allah yang berupa siksa api Neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan bebatuan. Tetapi semua itu terpulang kepada kita masing-masing. Kalau kita tidak mempedulikan syari’at Allah, tidak mustahil kita akan mendekam di dalamnya. Na’udzu billah.
Itulah ujian Allah kepada kita, sebagaimana sabda Rasul SAW.

حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ.

“(Jalan) menuju Jannah itu penuh dengan sesuatu yang tidak disukai manusia, dan (jalan) Neraka itu dilingkupi sesuatu yang disukai oleh syahwat”
Semoga Allah mengumpulkan kita dalam umatNya yang terbaik dan terjauhkan dari ketergelinciran ke dalam jurang kemaksiatan. Amin

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ.

Khutbah Kedua

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ أَرْشَدَكُمُ اللهُ ... أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُؤْمِنُوْنَ الْمُتَّقُوْنَ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
رَّبَّنَآإِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلإِيمَانِ أَنْ ءَامِنُوا بِرَبِّكُمْ فَئَامَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْعَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبْرَارِ. رَبَّنَا وَءَاتِنَا مَاوَعَدتَنَا عَلَىرُسُلِكَ وَلاَتُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّكَ لاَتُخْلِفُ الْمِيعَادَ.
رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِيْ هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِيْ فِيْهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِيْ إِلَيْهَا مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِيْ كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَتَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

PERATURAN BADAN WAKAF INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2008
TENTANG
PERWAKILAN
BADAN WAKAF INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BADAN WAKAF INDONESIA

Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 48 Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan dalam rangka
mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Wakaf
Indonesia serta untuk kelancaran, efisiensi dan optimalisasi
pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia perlu ditetapkan
Peraturan Badan Wakaf Indonesia tentang Perwakilan Badan
Wakaf Indonesia.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
159; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4459);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006
Nomor 105; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4667);
3. Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 1 Tahun 2007
tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Wakaf Indonesia.
4. Keputusan Presiden Nomor 75/M Tahun 2007 tentang
Pengangkatan Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia Masa
Jabatan 2007-2010;
5. Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 96
Tahun 2007 tentang Penetapan Pengurus Badan Wakaf
Indonesia Masa Bakti Tahun 2007 – 2010.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN BADAN WAKAF INDONESIA
TENTANG PERWAKILAN BADAN WAKAF
INDONESIA
1
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1. Badan Wakaf Indonesia yang selanjutnya disingkat dengan BWI adalah lembaga
independen untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia.
2. Perwakilan Badan Wakaf Indonesia yang selanjutnya disebut dengan Perwakilan
BWI adalah lembaga independen untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia
di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota.
3. Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat dengan Pemda adalah Gubernur,
Bupati atau Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
4.Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi yang selanjutnya disingkat dengan
Kanwil Depag adalah instansi vertikal Departemen Agama yang berada di bawah
dan bertanggung jawab langsung kepada Menteri Agama.
5.Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota yang selanjutnya disingkat dengan
Kandepag adalah instansi vertikal Departemen Agama yang berada di bawah dan
bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama.
BAB II
PEMBENTUKAN
Pasal 2
(1) Perwakilan BWI dibentuk oleh BWI sesuai dengan kebutuhan.
(2) Kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh BWI.
Pasal 3
Dalam pembentukan Perwakilan BWI sebagimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1),
BWI berkonsultasi dengan Pemda setempat.
BAB III
KEDUDUKAN DAN TUGAS
Pasal 4
(1)Perwakilan BWI Provinsi berkedudukan di Ibu Kota Provinsi.
(2) Perwakilan BWI Kabupaten/Kota berkedudukan di Ibu Kota Kabupaten/Kota.
(3) Perwakilan BWI sebagimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mempunyai
hubungan hierarkis dengan BWI.
2
Pasal 5
(1) Perwakilan BWI Provinsi memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:
1. Melaksanakan kebijakan dan tugas-tugas BWI di tingkat Provinsi;
2. Melakukan koordinasi dengan Kanwil Depag dan instansi terkait dalam rangka
pelaksanaan tugas BWI Provinsi;
3. Bertindak dan bertanggungjawab untuk dan atas nama Perwakilan BWI
Provinsi baik ke dalam maupun ke luar;
4. Menyampaikan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Perwakilan BWI
Provinsi melalui laporan tahunan yang diaudit oleh lembaga independen
kepada BWI yang ditembuskan kepada Kanwil Depag;
5. Mempublikasikan laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada angka 4
kepada masyarakat melalui media massa setempat.
(2) Perwakilan BWI Kabupaten/Kota memiliki tugas dan wewenang untuk:
1. Melaksanakan kebijakan dan tugas-tugas BWI di tingkat Kabupaten/Kota;
2. Melakukan koordinasi dengan Kandepag dan instansi terkait dalam rangka
pelaksanaan tugas BWI Kabupaten/Kota;
3. Bertindak dan bertanggungjawab untuk dan atas nama Perwakilan BWI
Kabupaten/Kota baik ke dalam maupun ke luar;
4. Menyampaikan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Perwakilan BWI
Kabupaten/Kota melalui laporan tahunan yang diaudit oleh lembaga
independen kepada BWI yang ditembuskan kepada Perwakilan BWI Provinsi
dan Kandepag;
5. Mempublikasikan laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada angka 4
kepada masyarakat melalui media massa setempat.
BAB IV
ORGANISASI DAN KEANGGOTAAN
Pasal 6
(1) Susunan organisasi Perwakilan BWI terdiri dari unsur pimpinan, pembantu
pimpinan dan anggota.
(2)Unsur pimpinan terdiri dari Kepala dan Wakil Kepala.
(3) Unsur pembantu pimpinan terdiri dari Sekretaris dan Bendahara.
(4) Keanggotaan Perwakilan BWI Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling banyak 11 (sebelas) orang dan Keanggotaan Perwakilan BWI
Kabupaten/Kota paling banyak 9 (sembilan) orang.
Pasal 7
Untuk dapat diangkat menjadi anggota Perwakilan BWI, setiap calon anggota harus
memenuhi persyaratan:
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. dewasa;
d. amanah;
e. mampu secara jasmani dan rohani;
f. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum;
3
g.memiliki pengetahuan, kemampuan, dan/atau pengalaman di bidang perwakafan
dan/atau ekonomi, khususnya di bidang ekonomi syariah; dan
h. mempunyai komitmen yang tinggi untuk mengembangkan perwakafan nasional.
Pasal 8
(1) Keanggotaan Perwakilan BWI Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota diangkat dan
diberhentikan oleh BWI.
(2) Pengangkatan keanggotaan Perwakilan BWI Provinsi diusulkan oleh Kanwil
Depag kepada BWI.
(3) Pengangkatan keanggotaan Perwakilan BWI Kabupaten/Kota diusulkan oleh
Kandepag kepada BWI.
(4) Keanggotaan Perwakilan BWI yang berhenti atau diberhentikan sebelum berakhir
masa jabatannya atau berhalangan tetap, digantikan oleh anggota baru yang
diangkat oleh BWI atas usul Perwakilan BWI.
(5) Keanggotaan Perwakilan BWI diangkat untuk masa jabatan selama 3 (tiga) tahun
dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Pasal 9
(1) Keanggotaan Perwakilan BWI berhenti dari jabatannya karena:
a. berakhir masa jabatannya;
b. mengundurkan diri;
c. meninggal dunia.
(2) Keanggotaan Perwakilan BWI dapat diberhentikan dari jabatannya karena:
a. tidak lagi memenuhi persyaratan jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7.
b. menyalahgunakan wewenang dan jabatan sebagai anggota Perwakilan BWI.
c. berhalangan tetap dan/atau tidak dapat melaksanakan tugas selama satu (1)
tahun.
BAB V
TATA KERJA
Pasal 10
(1) Rapat koordinasi nasional BWI dengan Perwakilan BWI diadakan secara berkala
paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau sewaktu-waktu sesuai
kebutuhan.
(2) Rapat koordinasi di lingkungan Perwakilan BWI diadakan secara berkala paling
sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) minggu atau sewaktu-waktu sesuai kebutuhan.
Pasal 11
Setiap pimpinan di lingkungan Perwakilan BWI dalam melaksanakan tugasnya wajib
menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi dalam lingkup satuan
organisasi dan hubungannya dengan instansi terkait.
4
Pasal 12
Setiap pimpinan di lingkungan Perwakilan BWI bertanggung jawab dalam
mengoordinasikan, mengarahkan dan memberikan petunjuk bagi pelaksanaan tugas
anggotanya.
BAB VI
PELAPORAN
Pasal 13
(1) Perwakilan BWI menyampaikan laporan berkala dan laporan tahunan kepada
BWI.
(2)Laporan berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan setiap 3 (tiga)
bulan sekali dan laporan tahunan disampaikan pada bulan pertama tahun
berikutnya kepada BWI.
(3) Perwakilan BWI dapat menyampaikan laporan khusus kepada BWI jika
dipandang perlu.
(4) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurangkurangnya:
a. perkembangan perwakafan;
b. laporan keuangan;
c. kegiatan yang sudah atau belum terlaksana dan hal-hal lain yang dianggap
perlu.
(5) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b diaudit oleh
lembaga independen dan diumumkan kepada masyarakat melalui media massa
setempat setelah disampaikan kepada BWI.
BAB VII
PEMBIAYAAN
Pasal 14
(1) Biaya operasional yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Perwakilan BWI dapat
diperoleh dari:
a. bantuan dari Pemda;
b. bantuan dari pihak lain yang halal dan tidak mengikat;
c. imbalan dari hasil bersih 10 % atas pengelolaan dan pengembangan harta benda
wakaf.
(2) Biaya operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sepengetahuan dan
persetujuan BWI.
Pasal 15
(1)Dalam melaksanakan tugas Perwakilan BWI dapat menerima bantuan baik dari
dalam negeri maupun dari luar negeri yang sifatnya tidak mengikat dan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Bantuan kepada Perwakilan BWI yang berasal dari luar negeri dilakukan melalui
BWI.
5
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 16
(1)Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Badan Wakaf Indonesia tentang
Perwakilan Badan Wakaf Indonesia akan diatur lebih lanjut oleh BWI.
(2)Peraturan Badan Wakaf Indonesia ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 21 Oktober 2008
KETUA,
PROF. DR. KH. THOLHAH HASAN
Salinan sesuai dengan aslinya
Sekretaris
Badan Wakaf Indonesia
Dr. Sumuran Harahap, MAg, MM, MH, MSi

Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Tentang
Wakaf Uang

KEPUTUSAN FATWA
KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
Tentang
WAKAF UANG


Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia setelah
Menimbang :
1. bahwa bagi mayoritas umat Islam Indonesia, pengertian wakaf yang umum
diketahui, antara lain, adalah:
yakni "menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya, dengan
cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tesebut, disalurkan pada
sesuatu yang mubah (tidak haram) yang ada, "(al-Ramli. Nihayah al-Muhtaj ila
Syarh al-Minhaj, [Beirut: Dar alFikr, 1984], juz V, h. 357; al-Khathib al-
Syarbaini. Mughni al-Muhtaj, [Beirut: Dar al-Fikr, t.th], juz II, h. 376);
atau "Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau
badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya guna kepentingan
ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam" dan "Benda
wakaf adalah segala benda, balk bergerak atau tidak bergerak, yang memiliki
daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam"
(Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Buku III, Bab I, Pasal 215, (1) dan (4));
sehingga atas dasar pengertian tersebut, bagi mereka hukum wakaf uang (waqf
al-nuqud, cash wakaf) adalah tidak sah;
2. bahwa wakaf uang memiliki fleksibilitas (keluwesan ) dan kemaslahatan besar
yang tidak dimiliki oleh benda lain;
3. bahwa oleh karena itu, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia memandang perlu
menetapkan fatwa tentang hukum wakaf uang untuk dijadikan pedoman oleh
masyarakat.
Mengingat :
1. Firman Allah SWT :
"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaijakan (yang sempurna), sebelum
kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu
nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya "(QS. Ali Imron [3]:92).
2. Firman Allah SWT :
"Perumpamaan (nafkah yang dikeluar-kan oleh) orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan
tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir.• seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran)
bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha
Mengetahui. Orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka
tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut
pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan penerima), mereka
memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati " (QS. al-Baqarah [2].261-262).
3. Hadis Nabis s.a.w.:
"Diriwayatkan dari Abu Hurairah r:a. bahwu Rasulullah s.a.w. bersabda,
"Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah (pahala) amal perbuatannya
kecuali dari tiga hal, yaitu kecuali dari sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang
dimanfaatkan, atau anak shaleh yang mendoakannya " (H.R. Muslim, alTirmidzi,
al-Nasa' i, dan Abu Daud).
4. Hadis Nabi s.a.w.:
'Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. bahwa Umar bin alKhaththab r. a.
memperoleh tanah (kebun) di Khaibar; lalu ia datang kepada Nabi s.a.w untuk
meminta petunjuk mengenai tanah tersebut. Ia herkata, "Wahai Rasulullah.' Saya
memperoleh tanah di Khaibar; yang belum pernah saya peroleh harta Yang lebih
haik bagiku melebihi tanah tersebut; apa perintah Engkau (kepadaku)
mengenainya? " Nabi s. a. w menjawab: "Jika mau, kamu tahan pokoknya dan
kamu sedekahkan (hasil)-nya. " Ibnu Umar berkata, "Maka, Umar
menyedekahkan tanah tersebut, (dengan men ysaratkan) bahwa tanah itu tidak
dijual, tidak dihibahkan, dan tidak diwariskan. Ia menyedekahkan (hasil)-nya
kepada fugara, kerabat, riqab (hamba sahaya, orang tertindas), sabilillah, ibnu
sabil, dan tamu. Tidak berdosa atas orang yang mengelolanya untuk memakan
diri (hasil) tanah itu secara ma 'ruf (wajar) dan memberi makan (kepada orang
lain) tanpa menjadikannya sebagai harta hak milik. " Rawi berkata, "Sava
menceritakan hadis tersebut kepada Ibnu Sirin, lalu ia herkata 'ghaira
muta'tstsilin malan (tanpa menyimpannya sebagai harta hakmilik) '. "(H.R. al-
Bukhari, Muslim, al-Tarmidzi, dan al Nasa'i).
5. Hadis Nabi s.a.w.:
Diriwayatkan dari Ibnu Umar r. a.; ia berkata, Umar r a. berkata kepada Nabi s.
a. w., "Saya mempunyai seratus saham (tanah, kebun) di Khaibst, belum pernah
saya mendapatkan harta yang lebih saya kagumi melebihi tanah itu; saya
bermaksud menyedekahkannya. " Nabi s.a.w berkata "Tahanlah pokoknya dan
sedekahkan buahnya pada sabilillah. "(H.R. al-Nasa' i).
6. Jabirr.a. berkata :
"Tak ada seorang sahabat Rasul pun yang memiliki kemampuan kecuali
berwakaf/. " (lihat Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wu Adillatuhu, [Damsyiq:
Dar al-Fikr, 1985], juz VIII, hi. 157; al-Khathib al-Syarbaini, Mughni al-Muhtaj.
[Beirut: Dar al-Fikr, t.th', jus II, h. 376).
Memperhatikan :
1. Pendapat Imam al-Zuhri (w. 124H.) bahwa mewakafkan dinas hukumnya boleh,
dengan cara menjadikan dinar tersebut sebagai modal usaha kemudian
keuntungannya disalurkan pada mauquf 'alaih (Abu Su'ud Muhammad. Risalah fi
Jawazi Waqf al-Nuqud, [Beirut: Dar Ibn Hazm, 1997], h. 20-2 1).
2. Mutaqaddimin dari ulaman mazhab Hanafi (lihat Wahbah al-Zuhaili, al Fiqh al-
Islam wa Adillatuhu, [Damsyiq: Dar al-Fikr, 1985], juz VIII, h. 162)
membolehkan wakaf uang dinar dan dirham sebagai pengecualian, atas dasar
Istihsan bi al-'Urfi, berdasarkan atsar Abdullah bin Mas'ud r.a:
"Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin maka dalam pandangan Allah
adalah baik, dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin maka dalam
pandangan Allah pun buruk".
3. Pendapat sebagian ulama mazhab al-Syafi'i:
"Abu Tsyar meriwayatkan dari Imam al-Syafi'i tentang kebolehan wakaf dinar
dan dirham (uang)" (alMawardi, al-Hawi al-Kabir, tahqiq Dr. Mahmud
Mathraji, [Beirut: Dar al-Fikr,1994[, juz IX,m h. 379).
4. Pandangan dan pendapat rapat Komisi Fatwa MUI pada hari Sabtu, tanggal 23
Maret 2002,. antara lain tentang perlunya dilakukan peninjauan dan
penyempurna-an (pengembangan) definisi wakaf yang telah umum diketahui,
dengan memperhatikan maksud hadis, antara lain, riwayat dari Ibnu Umar (lihat
konsideran mengingat [adillah] nomor 4 dan 3 di atas :
5. Pendapat rapat Komisi Fatwa MUI pada Sabtu, tanggal 11 Mei 2002 tentang
rumusan definisi wakaf sebagai berikut: yakni "menahan harta yang dapat
dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya atau pokoknya, dengan cara tidak
melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut (menjual, memberikan, atau
mewariskannya), untuk disalurkan (hasilnya) pada sesuatu yang mubah (tidak
haram) yang ada,"
6. Surat Direktur Pengembangan Zakat dan Wakaf Depag, (terakhir) nomor
Dt.1.IIU5/BA.03.2/2772/2002, tanggal 26 April 2002.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : FATWA TENTANG WAKAF UANG
Pertama :
1. Wakaf Uang (Cash Wakaf/Wagf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan
seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
2. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
3. Wakafuang hukumnya jawaz (boleh)
4. Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan
secara syar' ia
5. Nilai pokok Wakaf Uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual,
dihibahkan, dan atau diwariskan.
Kedua :
Fatwa ini berlaku sejak ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata
terdapat kekeliruan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan :
Jakarta, 28 Shafar 1423H
11 Mei 2002 M
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
UNDANG‐UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 41 TAHUN 2004
TENTANG
WAKAF
DENGAN RAHMAT TUHAN
YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang: a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki
potensi dan manfaat ekonomi perlu dikelola secara efektif dan efisien
untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan
umum;
b. bahwa wakaf merupakan perbuatan hukum yang telah lama hidup dan
dilaksanakan dalam masyarakat, yang pengaturannya belum lengkap
serta masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang‐undangan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan huruf b, dipandang perlu membentuk Undang‐Undang tentang
Wakaf.
Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 29, dan Pasal 33 Undang‐Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan persetujuan bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
Dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan: UNDANG‐UNDNAG TENTANG WAKAF
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang‐Undang ini yang dimaksud dengan :
1. Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan
sebagain harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka
waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut syariah.
2. Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.
3. Ikrar Wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan
dan/atau tulisan kepada Nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya.
4. Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk dikelola
dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
5. Harta Benda Wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau
manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang
diwakafkan oleh Wakif.
6. Pejabat Pembuat Aktan Ikrar Wakaf, selanjutnya disingkat PPAIW, adalah pejabat
berwenang yang ditetapkan oleh Menteri untuk membuat akta ikrar wakaf.
7. Badan Wakaf Indonesia adalah lembaga independen untuk mengembangkan
perwakafan di Indonesia
8. Pemerintah adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas
Presiden beserta para menteri.
9. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang agama.
BAB II
DASAR‐DASAR WAKAF
Bagian Pertama
Umum
Pasal 2
Wakaf sah apabila dilaksanakan menurut syariah
Pasal 3
Wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat dibatalkan
Bagian Kedua
Tujuan dan Fungsi Wakaf
Pasal 4
Wakaf bertujuan memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya
Pasal 5
Wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk
kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
Bagian Ketiga
Unsur Wakaf
Pasal 6
Wakaf dilaksanakan dengan memenuhi unsur wakaf sebagai berikut:
a. Wakif;
b. Nazhir;
c. Harta Benda Wakaf;
d. Ikrar Wakaf;
e. Peruntukkan harta benda wakaf;
f. Jangka waktu wakaf.
Bagian Keempat
Wakif
Pasal 7
Wakif meliputi:
a. Perseorangan;
b. Organisasi;
c. Badan hukum.
Pasal 8
(1) Wakif perseorangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf a hanya dapat
melakukan wakaf abila memenuhi persyaratan:
a. Dewasa
b. Berakal sehat
c. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum; dan
d. Pemilik sah harta benda wakaf
(2) Wakif organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b hanya dapat
melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan harta
benda wakaf milik organisasi sesuai dengan anggaran dasar organisasi yang
bersangkutan
(3) Wakif badan hokum sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf c hanya dapat
melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan badan hokum untuk mewakafkan
harta benda wakaf milik badan hokum sesuai dengan anggaran dasar badan hukum
yang bersangkutan.
Bagian Kelima
Nazhir
Pasal 9
Nazhir meliputi:
a. perseorangan;
b. organisasi; atau
c. badan hukum.
Pasal 10
(1) Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf a hanya dapat menjadi
Nazhir apabila memenuhi persyaratan:
a. Warga negara Indonesia;
b. Beragama Islam
c. Dewasa
d. Amanah
e. Mampu secara jasmani dan rohani; dan
f. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
(2) Organisasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf b hanya dapat menjadi
Nazhir apabila memenuhi persyaratan:
a. Pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir
perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
b. Organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan/atau
keagamaan Islam.
(3) Badan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf c hanya dapat menjadi
Nazhir apabila memenuhi persyaratan:
a. Pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir
perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
b. Badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundangundangan
yang berlaku; dan
c. Badan hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan,
kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.
Pasal 11
Nazhir mempunyai tugas:
a. Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf;
b. Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi
dan peruntukannya;
c. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf;
d. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia
Pasal 12
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Nazhir dapat
menerima imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda
wakaf yang besarnya tidak melebihi 10% (sepuluh persen).
Pasal 13
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Nazhir memperoleh
pembinaan dari Menteri dan Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 14
(1) Dalam rangka pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Nazhir harus
terdaftar pada Menteri dan Badan Wakaf Indonesia.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,
Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Keenam
Harta Benda Wakaf
Pasal 15
Harta benda wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai oleh Wakif
secara sah.
Pasal 16
(1) Harta benda wakaf terdiri dari
a. Benda tidak bergerak; dan
b. Benda bergerak.
(2) Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a meliputi:
a. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang‐undangan yang
berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar;
b. Bangunan atau bagaian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana
dimaksud pada huruf a;
c. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
d. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang‐undangan yang berlaku;
e. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan
perundang‐undangan yang berlaku.
(3) Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah harta benda
yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi;
a. Uang
b. Logam mulia;
c. Surat berharga;
d. Kendaraan;
e. Hak atas kekayaan intelektual;
f. Hak sewa; dan
g. Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundangundangan
yang berlaku.
Bagian Ketujuh
Ikrar Wakaf
Pasal 17
(1) Ikrar wakaf dilaksanakan oleh wakif kepada Nazhir di hadapan PPAIW dengan
disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi.
(2) Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara lisan dan/atau
tulisan serta dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW.
Pasal 18
Dalam hal Wakif tidak dapat menyatakan ikrar wakaf secara lisan atau tidak dapat hadir
dalam pelaksanaan ikrar wakaf karena alasan yang dibenarkan oleh hukum, Wakif dapat
menunjuk kuasanya dengan surat kuasa yang diperkuat oleh 2 (dua) orang saksi.
Pasal 19
Untuk dapat melaksanakan ikrar Wakaf, wakif atau kuasanya menyerahkan surat
dan/atau bukti kepemilikan atas harta benda wakaf kepada PPAIW.
Pasal 20
Saksi dalam ikrar wakaf harus memenuhi persyaratan:
a. Dewasa;
b. Beragama Islam;
c. Berakal sehat;
d. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
Pasal 21
(1) Ikrar wakaf dituangkan dalam akta ikrar wakaf.
(2) Akta ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. Nama dan identitas Wakif;
b. Nama dan identitas Nazhir;
c. Data dan keterangan harta benda wakaf;
d. Peruntukan harta benda wakaf;
e. Jangka waktu wakaf.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai akta ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diatur dengan Peraturan Pemrintah.
Bagian Kedelapan
Peruntukan Harta Benda Wakaf
Pasal 22
Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda wakaf hanya dapat
diperuntukan bagi:
a. Sarana dan kegiatan ibadah;
b. Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;
c. Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa;
d. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau
e. Kemajuan kesejateraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah
dan peraturan perundang‐undangan.
Pasal 23
a. Penetapan peruntukan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam pasal
22 dilakukan oleh Wakif pada pelaksanaan ikrar wakaf.
b. Dalam hal Wakif tidak menetapkan peruntukan harta benda wakaf, Nazhir dapat
menetapkan peruntukan harta benda wakaf yang dilakukan sesuai denga tujuan
dan fungsi wakaf.
Bagian Kesembilan
Wakaf dengan Wasiat
Pasal 24
Wakaf dengan wasiat baik secara lisan maupun secara tertulis hanya dapat dilakukan
apa bila disaksikan oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi yang memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 20.
Pasal 25
Harta benda wakaf yang diwakafkan dengan wasiat paling banyak 1/3 (satu pertiga) dari
jumlah harta warisan setelah dikurangi dengan utang pewasiat, kecuali dengan
persetujuan seluruh ahli waris.
Pasal 26
(1) Wakaf dengan wasiat dilaksanakan oleh penerima wasiat setelah pewasiat yang
bersangkutan meningal dunia.
(2) Penerima wasiat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertindak sebagai kuasa
wakif.
(3) Wakaf dengan wasiat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan tata cara perwakafan yang diatur dalam undangundang
ini.
Pasal 27
Dalam hal wakaf dengan wasiat tidak dilaksanakan oleh penerima wasiat, atas
permintaan pihak yang berkepentingan, pengadilan dapat memerintahkan penerima
wasiat yang bersangkutan untuk melaksanakan wasiat.
Bagian Kesepeluh
Wakaf Benda Bergerak Berupa Uang
Pasal 28
Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan
syariah yang ditunjuk oleh Menteri.
Pasal 29
(1) Wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
dilaksanakan oleh Wakif dengan pernyataan kehendak Wakif yang dilakukan secara
tertulis.
(2) Wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang.
(3) Sertifikat wakaf uang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dan
disampaikan oleh lembaga keuangan syariah kepada Wakif dan Nazhir sebagai bukti
penyerahan harta benda wakaf.
Pasal 30
Lembaga keuangan syariah atas nama Nazhir mendaftarakan harta benda wakaf berupa
uang kepada Menteri selambat‐lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya
Sertifikat Wakaf Uang.
Pasal 31
Ketentuan lebih lanjut mengenai wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana
dimaksud dalam pasal 28, pasal 29, dan pasal 30 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB III
PENDAFTARAN DAN PENGUMUMAN
HARTA BENDA WAKAF
Pasal 32
PPAIW atas nama Nazhir mendaftarkan harta benda wakaf kepada Instansi yang
berwenang paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak akta ikrar wakaf ditandatangani.
Pasal 33
Dalam pendaftaran harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, PPAIW
menyerahkan:
a. Salinan akta ikrar wakaf
b. Surat‐surat dan/atau bukti‐bukti kepemilikan dan dokumen terkait lainnya.
Pasal 34
Instansi yang berwenang menerbitkan bukti pendaftaran harta benda wakaf.
Pasal 35
Bukti pendaftaran harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam pasal 34
disampaikan oleh PPAIW kepada Nazhir.
Pasal 36
Dalam hal harta benda wakaf ditukar atau diubah peruntukannya, Nazhir melalui PPAIW
mendaftarkan kembali kepada Instansi yang berwenang dan Badan Wakaf Indonesia
atas harta benda wakaf yang ditukar atau diubah peruntukannya itu sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dalam tata cara pendaftaran harta benda wakaf.
Pasal 37
Menteri dan Badan Wakaf Indonesia mengadministrasikan pendaftaran harta benda
wakaf.
Pasal 38
Menteri dan Badan Wakaf Indonesia mengumumkan kepada masyarakat harta benda
wakaf yang telah terdaftar.
Pasal 39
Ketentuan lebih lanjut mengenai PPAIW, tata cara pendaftaran dan pengumuman harta
benda wakaf diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IV
PERUBAHAN STATUS HARTA BENDA WAKAF
Pasal 40
Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang:
a. Dijadikan jaminan;
b. Disita;
c. Dihibahkan;
d. Dijual;
e. Diwariskan;
f. Ditukar; atau
g. Dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.
Pasal 41
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 huruf f dikecualikan apabila harta
benda wakaf yang telah diwakafkan digunakan untuk kepentingan umum sesuai
dengan rencana umum tata ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan peraturan
perundang‐undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan syariah
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan
setelah memperoleh izin tertulis dari Menteri atas persetujuan badan wakaf.
(3) Harta benda wakaf yang sudah diubah statusnya karena ketentuan pengecualian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditukar dengan harta benda yang
manfaat dan nilai tukar sekurang‐kurangnya sama dengan harta benda wakaf
semula.
(4) Ketentuan mengenai perubahan status harta benda wakaf sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
BAB V
PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN HARTA BENDA WAKAF
Pasal 42
Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan,
fungsi, dan peruntukkannya.
Pasal 43
(1) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf oleh Nazhir sebagaimana
dimaksud dalam pasal (42) dilaksanakan sesuai dengan prinsip syariah.
(2) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan secara produktif.
(3) Dalam hal pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dimaksud pada
ayat (1) diperlukan penjamin, maka digunakan lembaga penjamin syariah.
Pasal 44
(1) Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Nazhir dilarang
melakukan perubahan peruntukan harta benda wakaf kecuali atas dasar izin tertulis
dari Badan Wakaf Indonesia.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan apabila harta
benda wakaf ternyata tidak dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukan yang
dinyatakan dalam ikrar wakaf.
Pasal 45
(1) Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Nazhir diberhentikan
dan diganti dengan nazhir lain apabila nazhir yang bersangkutan:
a. Meninggal dunia bagi nazhir perseorangan
b. Bubar atau dibubarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang‐undangan
yang berlaku untuk Nazhir organisasi atau Nazhir badan hukum
c. Atas permintaan sendiri
d. Tidak melaksanakan tugasnya sebagai Nazhir dan/atau melanggar ketentuan
larangan dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang‐undangan yang berlaku;
e. Dijatuhi hukuman pidana oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.
(2) Pemberhentian dan penggantian Nazhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Badan Wakaf Indonesia
(3) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dilakukan oleh Nazhir lain
karena pemberhentian dan penggantian Nazhir, dilakukan dengan tetap
memperhatikan peruntukkan harta benda wakaf yang ditetapkan dan tujuan serta
fungsi wakaf.
Pasal 46
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan dana pengembangan harta benda wakaf
sebagaimana dimaksud dalam pasal 42, pasal 43, pasal 44, dan pasal 45, diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB VI
BADAN WAKAF INDONESIA
Bagian Pertama
Kedudukan dan Tugas
Pasal 47
(1) Dalam rangka memajukan dan mengembangkan perwakafan nasional, dibentuk
Badan Wakaf Indonesia
(2) Badan Wakaf Indonesia merupakan lembaga independen dalam melaksanakan
tugasnya.
Pasal 48
Badan Wakaf Indonesia berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia
dan dapat membentuk perwakilan di provinsi dan/atau kabupaten/kota sesuai dengan
kebutuhan.
Pasal 49
(1) Badan Wakaf Indonesia mempunyai tugas dan wewenang:
a. Melakukan pembinaan terhadap Nazhir dalam mengelola dan mengembangkan
harta benda wakaf;
b. Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala
nasioanal dan internasioanal.
c. Memberikan persetujuan dan/atau izin atas perubahan peruntukkan dan status
harta benda wakaf;
d. Memberhentikan dan mengganti nazhir;
e. Memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf;
f. Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan
kebijakan di bidang perwakafan.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Badan Wakaf
Indonseia dapat bekerjasama dengan instansi Pemerintah baik pusat maupun
daerah, organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional dan pihak lain yang
dipandang perlu.
Pasal 50
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 49, Badan Wakaf
Indonesia memperhatikan saran dan pertimbangan Menteri dan Majelis Ulama
Indonesia.
Bagian Kedua
Organisasi
Pasal 51
(1) Badan Wakaf Indonesia terdiri atas Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan.
(2) Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan unsur pelaksana
tugas Badan Wakaf Indonesia.
(3) Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan unsur
pengawas pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 52
(1) Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan Badan Wakaf Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam pasal 51, masing‐masing dipimpin oleh 1 (satu) orang Ketua dan 2
(dua) orang wakil Ketua yang dipilih dari dan oleh para anggota.
(2) Susunan keanggotaan masing‐masing Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan
Badan Wakaf Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh para
anggota.
Bagian Ketiga
Anggota
Pasal 53
Jumlah anggota Badan Wakaf Indonesia terdiri dari paling sedikit 20 (dua puluh) orang
dan paling banyak 30 (tiga puluh ) orang yang berasal dari unsure masyarakat.
Pasal 54
(1) Untuk dapat diangkat menjadi anggota Badan Wakaf Indonesia, setiap calon
anggota harus memenuhi persyaratan:
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. dewasa;
d. amanah;
e. mampu secara jasmani dan rohani;
f. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum;
g. memiliki pengetahuan, kemampuan, dan/atau pengalaman di bidang
perwakafan dan/atau ekonomi, khususnya di bidang ekonomi syariah; dan
h. Mempunyai komitmen yang tinggi untuk mengembangkan perwakafan nasional.
(2) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan mengenai
persyaratan lain untuk menjadi anggota Badan Wakaf Indonesia ditetapkan oleh
Badan Wakaf Indonesia.
Bagian keempat
Pengangkatan dan Pemberhentian
Pasal 55
(1) Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diangkat dan diberhentikkan oleh Presiden.
(2) Keanggotaan perwakilan Badan Wakaf Indonesia di daerah diangkat dan
diberhentikkan oleh Badan Wakaf Indonesia.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian
anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan
Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 56
Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diangkat untuk masa jabatan selama 3 (tiga) tahun
dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Pasal 57
(1) Untuk pertama kali, pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diusulkan
kepada Presiden oleh Menteri.
(2) Pengusulan pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia kepada Presiden
untuk selanjutnya dilaksanakan oleh Badan Wakaf Indonesia.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pemilihan calon keanggotaan Badan Wakaf
Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh Badan Wakaf Indonesia,
yang pelaksanaannya terbuka untuk umum.
Pasal 58
Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia yang berhenti sebelum berakhirnya masa jabatan
diatur oleh Badan Wakaf Indonesia.
Bagian kelima
Pembiayaan
Pasal 59
Dalam rangka pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia, Pemerintah wajib membantu
biaya operasional.
Bagian keenam
Ketentuan Pelaksanaan
Pasal 60
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi, tugas , fungsi, persyaratan, dan
tata cara pemilihan anggota serta susunan keanggotaan dan tata kerja Badan Wakaf
Indonesia diatur oleh Badan Wakaf Indonesia.
Bagian Ketujuh
Pertanggungjawaban
Pasal 61
(1) Pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia dilakukan melalui
laporan tahunan yang diaudit oleh lembaga audit independen dan disampaikan
kepada Menteri.
(2) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan kepada
masyarakat.
BAB VII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 62
(1) Penyelesaian sengketa perwakafan ditempuh melalui musyawarah untuk mencapai
mufakat.
(2) Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berhasil,
sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan.
BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 63
(1) Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan wakaf
untuk mewujudkan tujuan dan fungsi wakaf;
(2) Khusus mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri
mengikutsertakan Badan Wakaf Indonesia.
(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilakukan dengan memperhatikan saran dan pertimbangan Majelis Ulama
Indonesia.
Pasal 64
Dalam rangka pembinaan, Menteri dan Badan Wakaf Indonesia dapat melakukan kerja
sama dengan organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional, dan pihak lain yang
dipandang perlu.
Pasal 65
Dalam pelaksanaan pengawasan, Menteri dapat menggunakan akuntan publik.
Pasal 66
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk pembinaan dan pengawasan oleh Menteri dan
Badan Wakaf Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63, Pasal 64, dan Pasal 65
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF
Bagian Pertama
Ketentuan Pidana
Pasal 67
(1) Setiap orang yang dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual,
mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya harta benda wakaf
yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 atau tanpa izin
menukar harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 41, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja mengubah peruntukkan harta benda wakaf tanpa
izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 44, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 400.000.000 (empat
ratus Juta rupiah).
(3) Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan atau mengambil fasilitas atas hasil
pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf melebihi jumlah yang
ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah).
Bagian Kedua
Sanksi Administratif
Pasal 68
(1) Menteri dapat mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran tidak
didaftarkannya harta benda wakaf oleh lembaga keuangan syariah dan PPAIW
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 32.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara atau pencabutan izin kegiatan di bidang wakaf bagi
lembaga keuangan syariah;
c. penghentian sementara dari jabatan atau penghentian dari jabatan PPAIW.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 69
(1) Dengan berlakunya undang‐undang ini, wakaf yang dilakukan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang‐undangan yang berlaku sebelum diundangkannya
undang‐undang ini, dinyatakan sah sebagai wakaf menurut undang‐undang ini.
(2) Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didaftarkan dan diumumkan
paling lama 5 (lima) tahun sejak undang‐undang ini diundangkan.
Pasal 70
Semua peraturan perundang‐undangan yang mengatur mengenai perwakafan masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan
yang baru berdsarkan undang‐undang ini.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 71
Undang‐undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang‐Undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 27 Oktober 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
DR.H.SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 27 Oktober 2004
MENTERI SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
PROF.DR.YUSRIL IHZA MAHENDRA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
PENJELASAN
ATAS UNDANG‐UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF
I. UMUM
Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam
Pembukaan Undang‐Undang Dasar Negara Republic Indonesia Tahun 1945 antara lain
adalah memajukan kesejahteraan umum. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu
menggali dan mengembangkan potensi yang terdapat dalam pranata keagamaan yang
memiliki manfaat ekonomis.
Salah satu langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan umum, perlu
meningkatkan peran wakaf sebagai pranata keagamaan yang tidak hanya bertujuan
menyediakan berbagai sarana ibadah dan sosial, tetapi juga memiliki kekuatan ekonomi
yang berpotensi, antara lain, untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga perlu
dikembangkan pemanfaatannya sesuai dengan prinsip syariah.
Praktik wakaf yang terjadi dalam kehidupan masyarakat belum sepenuhnya
berjalan tertib dan efisien sehingga dalam berbagai kasus harta benda wakaf tidak
dipelihara sebagaimana mestinya, terlantar atau beralih ke tangan pihak ketiga dengan
cara melawan hukum. Keadaan demikian itu, tidak hanya karena kelalaian atau
ketidakmampuan Nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf
tetapi karena juga sikap masyarakat yang kurang peduli atau belum memahami status
harta benda wakaf yang seharusnya dilindungi demi untuk kesejahteraan umum sesuai
dengan tujuan, fungsi, dan peruntukkannya wakaf.
Berdasarkan pertimbangan di atas dan untuk memenuhi kebutuhan hukum
dalam rangka pembangunan hukum nasional perlu dibentuk Undang‐Undang tentang
wakaf. Pada dasarnya ketentuan mengenai perwakafan berdasarkan syariah dan
peraturan peundang‐undangan dicantumkan kembali dalam undang‐undang ini, namun
terdapat pula berbagai pokok pengaturan yang baru antara lain sebagai berikut:
1. Untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf guna melindungi harta
benda wakaf, undang‐undang ini menegaskan bahwa perbuatan hukum wakaf
wajib dicatat dan dituangkan dalam akta ikrar wakaf dan didaftarkan serta
diumumkan yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan tata cara yang diatur
dalam peraturan perundang‐undangan yang mengatur mengenai wakaf dan
harus dilaksanakan. Undang‐undang ini tidak memisahkan antara wakaf‐ahli
yang pengelolaan dan pemanfaatan harta benda wakaf terbatas untuk kaum
kerabat (ahli waris) dengan wakaf‐khairi yang dimaksudkan untuk kepentingan
masyarakat umum sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf.
2. Ruang lingkup wakaf yang selama ini dipahami secara umum cenderung terbatas
pada wakaf benda tidak bergerak seperti tanah dan bangunan, menurut undangundang
ini Wakif dapat pula mewakafkan sebagian kekayaannya berupa harta
benda wakaf bergerak, baik berwujud atau tidak berwujud yaitu uang, logam
mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual, hak sewa, dan
benda bergerak lainnya.
Dalam hal benda bergerak berupa uang, Wakif dapat mewakafkan melalui
Lembaga Keuangan Syariah.
Yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan Syariah adalah badan hukum
Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang‐undangan yang
berlaku yang bergerak di bidang keuangan syariah, misalnya badan hukum di
bidang perbankan syariah.
Dimungkinkannya wakaf benda bergerak berupa uang melalui lembaga
keuangan syariah dimaksudkan agar memudahkan Wakif untuk mewakafkan
uang miliknya.
3. Peruntukkan harta benda wakaf tidak semata‐mata untuk kepentingan sarana
ibadah dan sosial tetapi juga diarahkan untuk memajukan kesejahteraan umum
dengan cara mewujdukan potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf. Hal
itu memungkinkan pengelolaan harta benda wakaf dapat memasuki wilayah
kegiatan ekonomi dalam arti luas sepanjang pengelolaan tersebut sesuai dengan
prinsip manajemen dan ekonomi syariah.
4. Untuk mengamankan harta benda wakaf dari campur tangan pihak ketiga yang
merugikan kepentingan wakaf, perlu meningkatakn kemampuan profesional
Nazhir.
5. Undang‐undang ini juga mengatur pembentukan Badan Wakaf Indonesia yang
dapat mempunyai perwakilan di daerah sesuai dengan kebutuhan. Badan
tersebut merupakan lembaga independen yang melaksanakan tugas di bidang
perwakafan yang melakukan pembinaan terhadap Nazhir, melakukan
pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan
internasional, memberikan persetujuan atas perubahan peruntukkan dan status
harta benda wakaf, dan memberikan saran dan pertimbangan kepada
Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan
II PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Yang dimaksud dengan perseorangan, organisasi dan/atau badan hukum adalah
perseorangan warga negara Indonesia atau warga negara asing, organisasi
Indonesia, atau organisasi asing dan/atau badan hukum Indonesia atau badan
hukum asing.
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Yang dimaksud dengan perseorangan, organisasi dan/atau badan hukum adalah
perseorangan warga negara Indonesia, organisasi Indonesia dan/atau badan hukum
Indonesia
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Dalam rangka pendaftaran Nazhir, Menteri harus proaktif untuk
mendaftar para Nazhir yang sudah ada dalam masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Yang dimaksud dengan benda bergerak lain sesuai dengan syariah dan
peraturan yang berlaku, antara lain, mushaf, buku, dan kitab.
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Penyerahan surat‐surat atau dokumen kepemilikan atas harta benda wakaf oleh
Wakif atau kuasanya kepada PPAIW dimaksudkan agar diperoleh kepastian
keberadaan harta benda wakaf dan kebenaran adanya hak Wakif atas harta benda
wakaf dimaksud.
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Yang dimaksud dengan pengadilan adalah pengadilan agama.
Yang dimaksud dengan pihak yang berkepentingan antara lain para ahli waris, saksi,
dan pihak penerima peruntukkan wakaf.
Pasal 28
Yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan Syariah adalah badan hukum Indonesia
yang bergerak di bidang keuangan syariah.
Pasal 29
Ayat (1)
Pernyatan kehendak Wakif secara tertulis tersebut dilakukan kepada Lembaga
Keuangan Syariah dimaksud .
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Instansi yang berweang di bidang wakaf tanah adalah Badan Pertanahan
Nasional.
Instansi yang berwang di bidang wakaf benda bergerak selain uang adalah
instansi yang terkait dengan tugas pokoknya.
Instansi yang berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang yang tidak
terdaftar (unregistered goods) adalah Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Instansi yang berwenang di bidang wakaf tanah adalah Badan Pertanahan
Nasional.
Instansi yang berwang di bidang wakaf benda bergerak selain uang adalah
instansi yang terkait dengan tugas pokoknya.
Instansi yang berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang yang tidak
terdaftar (unregistered goods) adalah Badan Wakaf Indonesia.
Yang dimaksud dengan bukti pendaftaran harta benda wakaf adalah surat
keterangan yang dikeluarkan oleh instansi Pemerintah yang berwenang yang
menyatakan harta benda wakaf telah terdaftar dan tercatat pada negara dengan
status sebagai harta benda wakaf.
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Instansi yang berwenang di bidang wakaf tanah adalah Badan Pertanahan Nasional.
Instansi yang berwang di bidang wakaf benda bergerak selain uang adalah instansi
yang terkait dengan tugas pokoknya.
Instansi yang berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang yang tidak
terdaftar (unregistered goods) adalah Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Yang dimaksud dengan mengumumkan harta benda wakaf adalah dengan
memasukkan data tentang harta benda wakaf dalam register umum. Dengan
dimasukkannya data tentang harta benda wakaf dalam register umum, maka
terpenuhi asas publisitas dari wakaf sehingga masyarakat dapat mengakses data
tersebut.
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf dilakukan secara produktif
antara lain dengan cara pengumpulan, investasi, penanaman modal, produksi,
kemitraan, perdagangan, agrobisnis, pertambangan, perindustrian, pengembangan
teknologi, pembangunan gedung, apartemen, rumah susun, pasar swalayan,
pertokoan, perkantoran, sarana pendidikan ataupun sarana kesehatan dan usahausaha
yang tidak bertentangan dengan syariah.
Yang dimaksud dengan lembaga penjamin syariah adalah badan hukum yang
menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas suatu kegiatan usaha yang dapat
dilakukan antara lain melalui skim auransi syariah atau skim lainnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang‐udangan yang berlaku.
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Pembentukan perwakilan Badan Wakaf Indonesia di daerah dilakukan setelah
Badan Wakaf Indonesia berkonsultasi dengan pemerintah daerah setempat.
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan mediasi adalah penyelesaian sengketa dengan bantuan
pihak ketiga (mediator) yang disepakati oleh para pihak yang bersengketa. Dalam
hal mediasi tidak berhasil menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut
dapat dibawa kepada badan arbitrase syariah. Dalam hal ini badan arbitrase
syariah tidak berhasil menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut dapat
dibawa ke pengadilan agama dan/atau mahkamah syar’iyyah.
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4459
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 42 TAHUN 2006
TENTANG
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004
TENTANG WAKAF
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14, Pasal 21, Pasal 31, Pasal 39,
Pasal 41, Pasal 46, Pasal 66, dan Pasal 68 Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2004 Tentang Wakaf, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 159; Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4459).
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Wakaf adalah perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu
tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan
umum menurut Syariah.
2. Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda
miliknya.
3. Ikrar Wakaf adalah pernyataan kehendak Wakif yang
diucapkan secara lisan dan/atau tulisan kepada Nazhir
untuk mewakafkan harta benda miliknya.
4. Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf
dari Wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai
dengan peruntukannya.
5. Mauquf alaih adalah pihak yang ditunjuk untuk
memperoleh manfaat dari peruntukan harta benda
wakaf sesuai pernyataan kehendak Wakif yang
dituangkan dalam Akta Ikrar Wakaf.
6. Akta Ikrar Wakaf, yang selanjutnya disingkat AIW
adalah bukti pernyataan kehendak Wakif untuk
mewakafkan harta benda miliknya guna dikelola Nazhir
sesuai dengan peruntukan harta benda wakaf yang
dituangkan dalam bentuk akta.
7. Sertifikat Wakaf Uang adalah surat bukti yang
dikeluarkan oleh Lembaga Keuangan Syariah kepada
Wakif dan Nazhir tentang penyerahan wakaf uang.
8. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, yang selanjutnya
disingkat PPAIW, adalah pejabat berwenang yang
ditetapkan oleh Menteri untuk membuat Akta Ikrar
Wakaf.
9. Lembaga Keuangan Syariah, yang selanjutnya
disingkat LKS adalah badan hukum Indonesia yang
bergerak di bidang keuangan Syariah.
10. Bank Syariah adalah Bank Umum Syariah, Unit Usaha
Syariah dari Bank Umum konvensional serta Bank
Perkreditan Rakyat Syariah.
11. Badan Wakaf Indonesia, yang selanjutnya disingkat
BWI, adalah lembaga independen dalam pelaksanaan
tugasnya untuk mengembangkan perwakafan di
Indonesia.
12. Kepala Kantor Urusan Agama yang selanjutnya
disingkat dengan Kepala KUA adalah pejabat
Departemen Agama yang membidangi urusan agama
Islam di tingkat kecamatan.
13. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang agama.
BAB II
NAZHIR
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 2
Nazhir meliputi:
a.perseorangan;
b.organisasi; atau
c.badan hukum.
Pasal 3
1) Harta benda wakaf harus didaftarkan atas nama Nazhir
untuk kepentingan pihak yang dimaksud dalam AIW
sesuai dengan peruntukannya.
2) Terdaftarnya harta benda wakaf atas nama Nazhir tidak
membuktikan kepemilikan Nazhir atas harta benda wakaf.
3) Penggantian Nazhir tidak mengakibatkan peralihan harta
benda wakaf yang bersangkutan.
Bagian Kedua
Nazhir Perseorangan
Pasal 4
1) Nazhir perseorangan ditunjuk oleh Wakif dengan
memenuhi persyaratan menurut undang-undang.
2) Nazhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
didaftarkan pada Menteri dan BWI melalui Kantor Urusan
Agama setempat.
3) Dalam hal tidak terdapat Kantor Urusan Agama setempat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pendaftaran
Nazhir dilakukan melalui Kantor Urusan Agama terdekat,
Kantor Departemen Agama, atau perwakilan Badan
Wakaf Indonesia di provinsi/kabupaten/ kota.
4)BWI menerbitkan tanda bukti pendaftaran Nazhir.
5)Nazhir perseorangan harus merupakan suatu kelompok
yang terdiri dari paling sedikit 3 (tiga) orang, dan salah
seorang diangkat menjadi ketua.
6)Salah seorang Nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) harus bertempat tinggal di kecamatan tempat
benda wakaf berada.
Pasal 5
(1) Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) berhenti dari kedudukannya apabila:
a.meninggal dunia;
b.berhalangan tetap;
c.mengundurkan diri; atau
d.diberhentikan oleh BWI.
(2) Berhentinya salah seorang Nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
mengakibatkan berhentinya Nazhir perseorangan lainnya.
Pasal 6
1) Apabila diantara Nazhir perseorangan berhenti dari
kedudukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,
maka Nazhir yang ada harus melaporkan ke Kantor
Urusan Agama untuk selanjutnya diteruskan kepada
BWI paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
berhentinya Nazhir perseorangan, yang kemudian
pengganti Nazhir tersebut akan ditetapkan oleh BWI.
2) Dalam hal diantara Nazhir perseorangan berhenti dari
kedudukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal S
untuk wakaf dalam jangka waktu terbatas dan wakaf
dalam jangka waktu tidak terbatas, maka Nazhir yang
ada memberitahukan kepada Wakif atau ahli waris Wakif
apabila Wakif sudah meninggal dunia.
3) Dalam hal tidak terdapat Kantor Urusan Agama
setempat, laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan Nazhir melalui Kantor Urusan Agama terdekat,
Kantor Departemen Agama, atau perwakilan BWI di
provinsi / kabupaten / kota.
(4) Apabila Nazhir dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak AIW dibuat tidak melaksanakan
tugasnya, maka Kepala KUA baik atas inisiatif sendiri maupun atas usul Wakif atau ahli
warisnya berhak mengusulkan kepada BWI untuk pemberhentian dan penggantian Nazhir.
Bagian Ketiga
Nazhir Organisasi
Pasal 7
(1) Nazhir organisasi wajib didaftarkan pada Menteri dan BWI melalui Kantor Urusan Agama
setempat.
(2) Dalam hal tidak terdapat Kantor Urusan Agama setempat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), pendaftaran Nazhir dilakukan melalui Kantor Urusan Agama terdekat, Kantor Departemen
Agama, atau perwakilan BWI di provinsi/kabupaten/kota.
(3) Nazhir organisasi merupakan organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan,
kemasyarakatan dan/atau keagamaan Islam yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. pengurus organisasi harus memenuhi persyaratan Nazhir perseorangan;
b. salah seorang pengurus organisasi harus berdomisili di kabupaten/kota letak
benda wakaf berada;
c. memiliki:
1. salinan akta notaris tentang
pendirian dan anggaran dasar;
2. daftar susunan pengurus;
3. anggaran rumah tangga;
4. program kerja dalam
pengembangan wakaf;
5. daftar kekayaan yang berasal dari
harta wakaf yang terpisah dari
kekayaan lain atau yang
merupakan kekayaan organisasi;
dan
6. surat pernyataan bersedia untuk
diaudit.
4) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf
c dilampirkan pada permohonan pendaftaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
5) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sebelum penandatanganan AIW.
Pasal 8
1) Nazhir organisasi bubar atau dibubarkan sesuai dengan
ketentuan Anggaran Dasar organisasi yang
bersangkutan.
2) Apabila salah seorang Nazhir yang diangkat oleh Nazhir
organisasi meninggal, mengundurkan diri, berhalangan
tetap dan/atau dibatalkan kedudukannya sebagai Nazhir,
maka Nazhir yang bersangkutan harus diganti.
Pasal 9
1) Nazhir perwakilan daerah dari suatu organisasi yang
tidak melaksanakan tugas dan/atau melanggar ketentuan
larangan dalam pengelolaan dan pengembangan harta
benda wakaf sesuai dengan peruntukan yang tercantum
dalam AIW, maka pengurus pusat organisasi
bersangkutan wajib menyelesaikannya baik diminta atau
tidak oleh BWI.
2) Dalam hal pengurus pusat organisasi tidak dapat
menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), maka Nazhir organisasi dapat diberhentikan dan
diganti hak kenazhirannya oleh BWI dengan
memperhatikan saran dan pertimbangan MUI setempat.
3) Apabila Nazhir organisasi dalam jangka waktu 1 (satu)
tahun sejak AIW dibuat tidak melaksanakan tugasnya,
maka Kepala KUA baik atas inisiatif sendiri maupun atas
usul Wakif atau ahli warisnya berhak mengusulkan
kepada BWI untuk pemberhentian dan penggantian
Nazhir.
Pasal 10
Apabila salah seorang Nazhir yang diangkat oleh Nazhir organisasi meninggal, mengundurkan
diri, berhalangan tetap dan/atau dibatalkan kedudukannya sebagai Nazhir yang diangkat oleh
Nazhir organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), maka organisasi yang
bersangkutan harus melaporkan kepada KUA untuk selanjutnya diteruskan kepada BWI paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sejak kejadian tersebut.
Bagian Keempat
Nazhir Badan Hukum
Pasal 11
1) Nazhir badan hukum wajib didaftarkan pada Menteri dan
BWI melalui Kantor Urusan Agama setempat.
2) Dalam hal tidak terdapat Kantor Urusan Agama setempat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pendaftaran Nazhir
dilakukan melalui Kantor Urusan Agama terdekat, Kantor
Departemen Agama, atau perwakilan BWI di provinsi/
kabupaten / kota.
(3) Nazhir badan hukum yang melaksanakan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi persyaratan:
a. badan hukum Indonesia yang bergerak di
bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan,
dan/atau keagamaan Islam;
b. pengurus badan hukum harus memenuhi
persyaratan Nazhir perseorangan;
c. salah seorang pengurus badan hukum harus
berdomisili di kabupaten/kota benda wakaf
berada;
d. memiliki:
1. salinan akta notaris tentang pendirian
dan anggaran dasar badan hukum yang
telah disahkan oleh instansi berwenang;
2.daftar susunan pengurus;
3.anggaran rumah tangga;
4.program kerja dalam pengembangan
wakaf;
5.daftar terpisah kekayaan yang berasal
dari harta benda wakaf atau yang
merupakan kekayaan badan hukum; dan
6.surat pernyataan bersedia untuk diaudit.
4) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf d dilampirkan pada permohonan pendaftaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 12
1) Nazhir perwakilan daerah dari suatu badan hukum yang
tidak melaksanakan tugas dan/atau melanggar
ketentuan larangan dalam pengelolaan dan
pengembangan harta benda wakaf sesuai dengan
peruntukan yang tercantum dalam AIW, maka pengurus
pusat badan hukum bersangkutan wajib
menyelesaikannya, baik diminta atau tidak oleh BWI.
2) Dalam hal pengurus pusat badan hukum tidak dapat
menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), maka Nazhir badan hukum dapat
diberhentikan dan diganti hak kenazhirannya oleh BWI
dengan memperhatikan saran dan pertimbangan MUI
setempat.
3) Apabila Nazhir badan hukum dalam jangka waktu 1
(satu) tahun sejak AIW dibuat tidak melaksanakan
tugasnya, maka Kepala KUA baik atas inisiatif sendiri
maupun atas usul Wakif atau ahli warisnya berhak
mengusulkan kepada BWI untuk pemberhentian dan
penggantian Nazhir.
Bagian Kelima
Tugas dan Masa Bakti Nazhir
Pasal 13
(1) Nazhir sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4, Pasal 7 dan Pasal 11 wajib
mengadministrasikan, mengelola,
mengembangkan, mengawasi dan
melindungi harta benda wakaf.
(2) Nazhir wajib membuat laporan secara
berkala kepada Menteri dan BWI
mengenai kegiatan perwakafan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara pembuatan laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 14
(1) Masa bakti Nazhir adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali.
(2) Pengangkatan kembali Nazhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh BWI, apabila yang bersangkutan telah melaksanakan
tugasnya dengan baik dalam periode sebelumnya sesuai ketentuan
prinsip syariah dan Peraturan Perundang-undangan.
BAB III
JENIS HARTA BENDA WAKAF, AKTA IKRAR WAKAF
DAN PEJABAT PEMBUAT AKTA IKRAR WAKAF
Bagian Kesatu
Jenis Harta Benda Wakaf
Pasal 15
Jenis harta benda wakaf meliputi:
a. benda tidak bergerak;
b. benda bergerak selain uang;
dan
c. benda bergerak berupa uang.
Paragraf 1
Benda Tidak Bergerak
Pasal 16
Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a meliputi :
a. hak atas tanah sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan baik yang sudah maupun yang
belum terdaftar;
b. bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas
tanah sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
d. hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan
e. benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan
prinsip syariah dan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 17
(1) Hak atas tanah yang dapat diwakafkan terdiri dari:
a. hak milik atas tanah baik yang sudah atau
belum terdaftar;
b. hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak
pakai di atas tanah negara;
c. hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak
pengelolaan atau hak milik wajib mendapat izin
tertulis pemegang hak pengelolaan atau hak
milik;
d. hak milik atas satuan rumah susun.
(2) Apabila wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dimaksudkan sebagai wakaf
untuk selamanya, maka diperlukan pelepasan hak dari pemegang hak pengelolaan atau hak
milik.
(3) Hak atas tanah yang diwakafkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dimiliki atau
dikuasai oleh Wakif secara sah serta bebas dari segala sitaan, perkara, sengketa, dan tidak
dijaminkan.
Pasal 18
1) Benda wakaf tidak bergerak berupa tanah hanya dapat
diwakafkan untuk jangka waktu selama-lamanya
kecuali wakaf hak atas tanah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (1) huruf c.
2) Benda wakaf tidak bergerak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat diwakafkan beserta bangunan dan/
atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang
berkaitan dengan tanah.
3) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang diperoleh dari instansi pemerintah, pemerintah
daerah, BUMN/BUMD, dan pemerintah desa atau
sebutan lain yang setingkat dengan itu wajib mendapat
izin dari pejabat yang berwenang sesuai Peraturan
Perundang-undangan.
Paragraf 2
Benda Bergerak Selain Uang
Pasal 19
1) Benda digolongkan sebagai benda bergerak karena
sifatnya yang dapat berpindah atau dipindahkan atau
karena ketetapan undang-undang.
2) Benda bergerak terbagi dalam benda bergerak yang
dapat dihabiskan dan yang tidak dapat dihabiskan
karena pemakaian.
3) Benda bergerak yang dapat dihabiskan karena
pemakaian tidak dapat diwakalkan, kecuali air dan
bahan bakar minyak yang persediaannya
berkelanjutan.
(4) Benda bergerak yang tidak dapat dihabiskan karena pemakaian dapat diwakafkan dengan
memperhatikan ketentuan prinsip syariah.
Pasal 20
Benda bergerak karena sifatnya yang dapat diwakafkan meliputi:
a.kapal;
b.pesawat terbang;
c.kendaraan bermotor;
d.mesin atau peralatan industri yang tidak tertancap
pada bangunan;
e.logam dan batu mulia; dan/atau
f.benda lainnya yang tergolong sebagai benda bergerak karena
sifatnya dan memiliki manfaat jangka panjang.
Pasal 21
Benda bergerak selain uang karena Peraturan Perundang-undangan yang dapat diwakafkan
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah sebagai berikut:
a. surat berharga yang berupa:
1.saham;
2.Surat Utang Negara;
3.obligasi pada umumnya; dan/atau
4.surat berharga lainnya yang dapat dinilai
dengan uang.
b. Hak Atas Kekayaan Intelektual yang berupa:
1.hak cipta;
2.hak merk;
3.hak paten;
4.hak desain industri;
5. hak rahasia dagang;
6.hak sirkuit terpadu;
7.hak perlindungan varietas tanaman; dan/atau
8.hak Iainnya.
c. hak atas benda bergerak lainnya yang berupa: 1. hak sewa, hak pakai dan hak pakai hasil
atas benda bergerak; atau
2. perikatan, tuntutan atas jumlah uang yang
dapat ditagih atas benda bergerak.
Paragraf 3
Benda Bergerak Berupa Uang
Pasal 22
(1) Wakaf uang yang dapat diwakafkan adalah mata uang rupiah.
(2) Dalam hal uang yang akan diwakafkan masih dalam mata uang asing, maka harus dikonversi
terlebih dahulu ke dalam rupiah.
(3) Wakif yang akan mewakafkan uangnya diwajibkan untuk:
a. hadir di Lembaga Keuangan Syariah
Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) untuk
menyatakan kehendak wakaf uangnya;
b. menjelaskan kepemilikan dan asal-usul
uang yang akan diwakafkan;
c. menyetorkan secara tunai sejumlah uang ke
LKSPWU;
d. mengisi formulir pernyataan kehendak
Wakif yang berfungsi sebagai AIW.
4) Dalam hal Wakif tidak dapat hadir sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a, maka Wakif dapat
menunjuk wakil atau kuasanya.
(5) Wakif dapat menyatakan ikrar wakaf benda bergerak berupa uang kepada Nazhir di hadapan
PPAIW yang selanjutnya Nazhir menyerahkan AIW tersebut kepada LKS-PWU.
Pasal 23
Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui LKS yang ditunjuk oleh Menteri
sebagai LKS Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU).
Pasal 24
(1) LKS yang ditunjuk oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 atas dasar saran dan
pertimbangan dari BWI.
(2) BWI memberikan saran dan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah
mempertimbangkan saran instansi terkait.
(3) Saran dan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada LKSPWU
yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Menteri;
b. melampirkan anggaran dasar dan pengesahan sebagai badan hukum;
c. memiliki kantor operasional di wilayah Republik Indonesia;
d. bergerak di bidang keuangan syariah; dan
e. memiliki fungsi menerima titipan (wadi'ah).
(4) BWI wajib memberikan pertimbangan kepada Menteri paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja
setelah LKS memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
5) Setelah menerima saran dan pertimbangan BWI
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja menunjuk LKS atau menolak
permohonan dimaksud.
Pasal 25
LKS-PWU bertugas:
a. mengumumkan kepada publik atas keberadaannya sebagai LKS Penerima Wakaf Uang;
b. menyediakan blangko Sertifikat Wakaf Uang;
c. menerima secara tunai wakaf uang dari Wakif atas nama Nazhir;
d. menempatkan uang wakaf ke dalam rekening titipan (wadi'ah) atas nama Nazhir yang
ditunjuk Wakif;
e. menerima pernyataan kehendak Wakif yang dituangkan secara tertulis dalam formulir
pernyataan kehendak Wakif;
f. menerbitkan Sertifikat Wakaf Uang serta menyerahkan sertifikat tersebut kepada Wakif dan
menyerahkan tembusan sertifikat kepada Nazhir yang ditunjuk oleh Wakif; dan
g. mendaftarkan wakaf uang kepada Menteri atas nama Nazhir.
Pasal 26
Sertifikat Wakaf Uang sekurang-kurangnya memuat keterangan mengenai:
a.nama LKS Penerima Wakaf Uang;
b.nama Wakif;
c.alamat Wakif;
d.jumlah wakaf uang;
e.peruntukan wakaf;
f.jangka waktu wakaf;
g.nama Nazhir yang dipilih;
h.alamat Nazhir yang dipilih; dan
i.tempat dan tanggal penerbitan Sertifikat Wakaf Uang.
Pasal 27
Dalam hal Wakif berkehendak melakukan perbuatan hukum wakaf uang untuk jangka waktu
tertentu maka pada saat jangka waktu tersebut berakhir, Nazhir wajib mengembalikan jumlah
pokok wakaf uang kepada Wakif atau ahli waris/penerus haknya melalui LKS-PWU.
Bagian Kedua
Akta Ikrar Wakaf (AIW)
dan Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (APAIW)
Paragraf 1
Pembuatan Akta Ikrar Wakaf
Pasal 28
Pembuatan AIW benda tidak bergerak wajib memenuhi persyaratan dengan menyerahkan
sertifikat hak atas tanah atau sertifikat satuan rumah susun yang bersangkutan atau tanda bukti
pemilikan tanah lainnya.
Pasal 29
Pembuatan AIW benda bergerak selain uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan Pasal
21 wajib memenuhi persyaratan dengan menyerahkan bukti pemilikan benda bergerak selain
uang.
Pasal 30
1) Pernyataan kehendak Wakif dituangkan dalam bentuk AIW sesuai dengan jenis harta benda
yang diwakafkan, diselenggarakan dalam Majelis Ikrar Wakaf yang dihadiri oleh Nazhir,
Mauquf alaih, dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
2) Kehadiran Nazhir dan Mauquf alaih dalam Majelis Ikrar Wakaf untuk wakaf benda bergerak
berupa uang dapat dinyatakan dengan surat pernyataan Nazhir dan/atau Mauquf alaih.
3) Dalam hal Mauquf alaih adalah masyarakat luas (publik), maka kehadiran Mauquf alaih dalam
Majelis lkrar Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disyaratkan.
4) Pernyataan kehendak Wakif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dalam bentuk wakafkhairi
atau wakaf-ahli.
5) Wakaf ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperuntukkan bagi kesejahteraan umum
sesama kerabat berdasarkan hubungan darah (nasab) dengan Wakif.
6) Dalam hal sesama kerabat dari wakaf ahli telah punah, maka wakaf ahli karena hukum beralih
statusnya menjadi wakaf khairi yang peruntukannya ditetapkan oleh Menteri berdasarkan
pertimbangan BWI.
Pasal 31
Dalam hal perbuatan wakaf belum dituangkan dalam AIW sedangkan perbuatan wakaf sudah
diketahui berdasarkan berbagai petunjuk (qarinah) dan 2 (dua) orang saksi serta AIW tidak
mungkin dibuat karena Wakif sudah meninggal dunia atau tidak diketahui lagi keberadaannya,
maka dibuat APAIW.
Pasal 32
1) Wakif menyatakan ikrar wakaf kepada Nazhir di hadapan PPAIW dalam Majelis Ikrar Wakaf
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1).
2) Ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima oleh Mauquf alaih dan harta
benda wakaf diterima oleh Nazhir untuk kepentingan Mauquf alaih.
3) Ikrar wakaf yang dilaksanakan oleh Wakif dan diterima oleh Nazhir dituangkan dalam AIW
oleh PPAIW.
(4) AIW sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
a.nama dan identitas Wakif;
b.nama dan identitas Nazhir;
c.nama dan identitas saksi;
d.data dan keterangan harta benda wakaf;
e.peruntukan harta benda wakaf; dan
f.jangka waktu wakaf.
(5) Dalam hal Wakif adalah organisasi atau badan hukum, maka nama dan identitas Wakif
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a yang dicantumkan dalam akta adalah nama
pengurus organisasi atau direksi badan hukum yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan
anggaran dasar masing-masing.
(6) Dalam hat Nazhir adalah organisasi atau badan hukum, maka nama dan identitas Nazhir
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b yang dicantumkan dalam akta adalah nama
yang ditctapkan oleh pengurus organisasi atau badan hukum yang bersangkutan sesuai
dengan ketentuan anggaran dasar masing-masing.
Pasal 33
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, bentuk, isi dan tata cara pengisian AIW atau APAIW
untuk benda tidak bergerak dan benda bergerak selain uang diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 2
Tata Cara Pembuatan Akta Ikrar Wakaf
Pasal 34
Tata cara pembuatan AIW benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan
Pasal 17 dan benda bergerak selain uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20 dan
Pasal 21 dilaksanakan sebagai berikut:
a.sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan;
b.PPAIW meneliti kelengkapan persyaratan administrasi penvakafan
dan keadaan fisik benda wakaf;
c.dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf b
terpenuhi, maka pelaksanaan ikrar wakaf dan pembuatan AIW
dianggap sah apabila dilakukan dalam Majelis Ikrar Wakaf
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1).
d.AIW yang telah ditandatangani oleh Wakif, Nazhir, 2 (dua) orang
saksi, dan/atau Mauquf alaih disahkan oleh PPAIW.
e.Salinan AIW disampaikan kepada:
1.Wakif;
2.Nazhir;
3.Mauquf alaih;
4.Kantor Pertanahan kabupaten/kota dalam hal benda wakaf
berupa tanah; dan
5.Instansi berwenang lainnya dalam hal benda wakaf berupa
benda tidak bergerak selain tanah atau benda bergerak selain
uang.
Pasal 35
1) Tata cara pembuatan APAIW sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 31 dilaksanakan berdasarkan permohonan masyarakat
atau saksi yang mengetahui keberadaan benda wakaf.
2) Permohonan masyarakat atau 2 (dua) orang saksi yang
mengetahui dan mendengar perbuatan wakaf sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus dikuatkan dengan adanya
petunjuk (qarinah) tentang keberadaan benda wakaf.
3) Apabila tidak ada orang yang memohon pembuatan APAIW,
maka kepala desa tempat benda wakaf tersebut berada wajib
meminta pembuatan APAIW tersebut kepada PPAIW setempat.
4) PPAIW atas nama Nazhir wajib menyampaikan APAIW beserta dokumen pelengkap lainnya
kepada kepala kantor pertanahan kabupaten/kota setempat dalam rangka pendaftaran
wakaf tanah yang bersangkutan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
penandatanganan APAIW.
Pasal 36
1) Harta benda wakaf wajib diserahkan oleh Wakif kepada Nazhir dengan membuat berita
acara serah terima paling lambat pada saat penandatanganan AIW yang diselenggarakan
dalam Majelis Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1)
2) Didalam berita acara serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disebutkan
tentang keadaan serta rincian harta benda wakaf yang ditandatangani oleh Wakif dan
Nazhir.
3) Berita acara serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan dalam hal
serah terima benda wakaf telah dinyatakan dalam AIW.
Bagian Ketiga
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)
Pasal 37
1) PPAIW harta benda wakaf tidak bergerak berupa tanah adalah Kepala KUA dan/atau
pejabat yang menyelenggarakan urusan wakaf.
2) PPAIW harta benda wakaf bergerak sclain uang adalah Kepala KUA dan/atau pejabat lain
yang ditunjuk oleh Menteri.
3) PPAIW harta benda wakaf bergerak berupa uang adalah Pejabat Lembaga Keuangan
Syariah paling rendah setingkat Kepala Seksi LKS yang ditunjuk oleh Menteri.
4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) tidak menutup
kesempatan bagi Wakif untuk membuat AIW di hadapan Notaris.
5) Persyaratan Notaris sebagai PPAIW diitetapkan oleh Menteri.
BAB IV
TATA CARA PENDAFTARAN
DAN PENGUMUMAN HARTA BENDA WAKAF
Bagian Kesatu
Tata Cara Pendaftaran Harta Benda Wakaf
Paragraf 1
Harta Benda Wakaf Tidak Bergerak
Pasal 38
1) Pendaftaran harta benda wakaf tidak bergerak berupa tanah dilaksanakan berdasarkan AIW
atau APAIW.
2) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan persyaratan sebagai
berikut:
a. sertifikat hak atas tanah atau sertifikat hak milik atas satuan rumah susun yang
bersangkutan atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya;
b. surat pernyataan dari yang bersangkutan bahwa tanahnya tidak dalam sengketa,
perkara, sitaan dan tidak dijaminkan yang diketahui oleh kepala desa atau lurah atau
sebutan lain yang setingkat, yang diperkuat oleh camat setempat;
c. izin dari pejabat yang berwenang sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan
dalam hal tanahnya diperoleh dari instansi pemerintah, pemerintah daerah,
BUMN/BUMD dan pemerintahan desa atau sebutan lain yang setingkat dengan itu;
d. izin dari pejabat bidang pertanahan apabila dalam sertifikat dan keputusan pemberian
haknya diperlukan izin pelepasan/peralihan.
e. izin dari pemegang hak pengelolaan atau hak milik dalam hal hak guna bangunan atau hak
pakai yang diwakafkan di atas hak pengelolaan atau hak milik.
Pasal 39
1) Pendaftaran sertifikat tanah wakaf dilakukan berdasarkan AIW atau APAIW dengan tata
cara sebagai berikut:
a. terhadap tanah yang sudah berstatus hak milik didaftarkan menjadi tanah wakaf atas
nama Nazhir;
b. terhadap tanah hak milik yang diwakafkan hanya sebagian dari luas keseluruhan harus
dilakukan pemecahan sertifikat hak milik terlebih dahulu, kemudian didaftarkan menjadi
tanah wakaf atas nama Nazhir;
c. terhadap tanah yang belum berstatus hak milik yang berasal dari tanah milik adat
langsung didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nazhir;
d. terhadap hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai di atas tanah negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b yang telah mendapatkan
persetujuan pelepasan hak dari pejabat yang berwenang di bidang pertanahan
didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nazhir;
e. terhadap tanah negara yang diatasnya berdiri bangunan masjid, musala, makam,
didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nazhir;
f. Pejabat yang benwenang di bidang pertanahan kabupaten/kota setempat mencatat
perwakafan tanah yang bersangkutan pada buku tanah dan sertifikatnya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran wakaf tanah diatur dengan Peraturan
Menteri setelah mendapat saran dan pertimbangan dari pejabat yang berwenang di bidang
pertanahan.
Paragraf 2
Wakaf Benda Bergerak Selain Uang
Pasal 40
PPAIW mendaftarkan AIW dari:
a. benda bergerak selain uang yang terdaftar pada instansi yang
berwenang;
b. benda bergerak selain uang yang tidak terdaftar dan yang memiliki
atau tidak memiliki tanda bukti pembelian atau bukti pembayaran
didaftar pada BWI, dan selama di daerah tertentu belum dibentuk
BWI, maka pcndaftaran tersebut dilakukan di Kantor Departemen
Agama setempat.
Pasal 41
1) Untuk benda bergerak yang sudah terdaftar, Wakif menyerahkan
tanda bukti kepemilikan benda bergerak kepada PPAIW dengan
disertai surat keterangan pendaftaran dari instansi yang berwenang
yang tugas pokoknya terkait dengan pendaftaran benda bergerak
tersebut.
2) Untuk benda bergerak yang tidak terdaftar, Wakif menyerahkan tanda
bukti pembelian atau tanda bukti pembayaran berupa faktur, kwitansi
atau bukti lainnya.
3) Untuk benda bergerak yang tidak terdaftar dan tidak memiliki tanda
bukti pembelian atau tanda bukti pembayaran, Wakif membuat surat
pernyataan kepemilikan atas benda bergerak tersebut yang diketahui
oleh 2 (dua) orang saksi dan dikuatkan oleh instansi pemerintah
setempat.
Pasal 42
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perwakafan benda bergerak.selain uang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20 dan Pasal 21 diatur dengan Peraturan Menteri berdasarkan
usul BWI.
Paragraf 3
Harta Benda Wakaf Bergerak Berupa Uang
Pasal 43
1) LKS-PWU atas nama Nazhir mendaftarkan wakaf uang kepada Menteri paling lambat 7
(tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya Sertifikat Wakaf Uang.
2) Pendaftaran wakaf uang dari LKS-PWU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditembuskan
kepada BWI untuk diadministrasikan.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai administrasi pendaftaran wakaf uang diatur dengan
Peraturan Menteri.
Bagian Kedua
Pengumuman Harta Benda Wakaf
Pasal 44
(1) PPAIW menyampaikan AIW kepada kantor Departemen Agama dan BW1 untuk dimuat dalam
register umum wakaf yang tersedia pada kantor Departemen Agama dan BWI.
(2) Masyarakat dapat mengetahui atau mengakses informasi tentang wakaf benda bergerak selain
uang yang termuat dalam register umum yang tersedia pada kantor Departemen Agama dan
BWI.
BAB V
PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN
Pasal 45
(1) Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan peruntukan
yang tercantum dalam AIW.
(2) Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) untuk memajukan kesejahteraan umum, Nazhir dapat bekerjasama dengan pihak lain
sesuai dengan prinsip syariah.
Pasal 46
Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf dari perorangan warga negara asing,
organisasi asing dan badan hukum asing yang berskala nasional atau internasional, serta harta
benda wakaf terlantar, dapat dilakukan oleh BWI.
Pasal 47
Dalam hal harta benda wakaf berasal dari luar negeri, Wakif harus melengkapi dengan bukti
kepemilikan sah harta benda wakaf sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan,
dan Nazhir harus melaporkan kepada lembaga terkait perihal adanya perbuatan wakaf.
Pasal 48
1) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf harus berpedoman pada peraturan
BWI.
2) Pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang hanya dapat dilakukan
melalui investasi pada produk-produk LKS dan/atau instrumen keuangan syariah.
3) Dalam hal LKS-PWU menerima wakaf uang untuk jangka waktu tertentu, maka Nazhir
hanya dapat melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf uang pada
LKS-PWU dimaksud.
4) Pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang yang dilakukan pada bank
syariah harus mengikuti program lembaga penjamin simpanan sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan.
5) Pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang yang dilakukan dalam
bentuk investasi di luar bank syariah harus diasuransikan pada asuransi syariah.
BAB VI
PENUKARAN HARTA BENDA WAKAF
Pasal 49
1) Perubahan status harta benda wakaf dalam bentuk penukaran dilarang kecuali dengan izin
tertulis dari Menteri berdasarkan pertimbangan BWI.
2) Izin tertulis dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan
dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. perubahan harta benda wakaf tersebut digunakan untuk kepentingan umum sesuai
dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan dan tidak bertentangan dengan prinsip syariah;
b. harta benda wakaf tidak dapat dipergunakan sesuai dengan ikrar wakaf; atau
c. pertukaran dilakukan untuk keperluan keagamaan secara langsung dan mendesak.
3) Selain dari pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), izin pertukaran harta benda
wakaf hanya dapat diberikan jika:
a. harta benda penukar memiliki sertifikat atau bukti
kepemilikan sah sesuai dengan Peraturan Perundangundangan;
dan
b. nilai dan manfaat harta benda penukar sekurang--
kurangnya sama dengan harta benda wakaf semula.
(4) Nilai dan manfaat harta benda penukar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
ditetapkan oleh bupati/walikota berdasarkan rekomendasi tim penilai yang anggotanya terdiri
dari unsur:
a.pemerintah daerah kabupaten/kota;
b.kantor pertanahan kabupaten/kota;
c.Majelis Ulama Indonesia (MUI) kabupaten/kota;
d.kantor Departemen Agama kabupaten/kota; dan
e.Nazhir tanah wakaf yang bersangkutan.
Pasal 50
Nilai dan manfaat harta benda penukar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3) huruf b
dihitung sebagai berikut:
a. harta benda penukar memiliki Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
sekurang-kurangnya sama dengan NJOP harta benda wakaf;
dan
b. harta benda penukar berada di wilayah yang strategis dan
mudah untuk dikembangkan.
Pasal 51
Penukaran terhadap harta benda wakaf yang akan diubah statusnya dilakukan sebagai berikut:
a.Nazhir mengajukan permohonan tukar ganti kepada Menteri
melalui Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat dengan
menjelaskan alasan perubahan status/tukar menukar tersebut;
b.Kepala KUA Kecamatan meneruskan permohonan tersebut
kepada Kantor Departemen Agama kabupaten/kota;
c. Kepala Kantor Departemen Agama kabupaten/kota setelah menerima permohonan tersebut
membentuk tim dengan susunan dan maksud seperti dalam Pasal 49 ayat (4), dan
selanjutnya bupati/walikota setempat membuat Surat Keputusan;
d. Kepala Kantor Departemen Agama kabupaten/kota meneruskan permohonan tersebut
dengan dilampiri hasil penilaian dari tim kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen
Agama provinsi dan selanjutnya meneruskan permohonan tersebut kepada Menteri; dan
e. setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri, maka tukar ganti dapat dilaksanakan
dan hasilnya harus dilaporkan oleh Nazhir ke kantor pertanahan dan/atau lembaga terkait
untuk pendaftaran lebih lanjut.
BAB VII
BANTUAN PEMBIAYAAN
BADAN WAKAF INDONESIA
Pasal 52
1) Bantuan pembiayaan BWI dibebankan kepada APBN selama 10 (sepuluh) tahun pertama
melalui anggaran Departemen Agama dan dapat diperpanjang;
2) BWI mempertanggungjawabkan bantuan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) secara berkala kepada Menteri.
BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 53
1) Nazhir wakaf berhak memperoleh pembinaan dari Menteri dan BWI.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penyiapan sarana dan prasarana penunjang operasional Nazhir wakaf baik
perseorangan, organisasi dan badan hukum;
b. penyusunan regulasi, pemberian motivasi, pemberian fasilitas, pengkoordinasian,
pemberdayaan dan pengembangan terhadap harta benda wakaf;
c. penyediaan fasilitas proses sertifikasi Wakaf;
d. penyiapan dan pengadaan blanko-blanko AIW, baik wakaf benda tidak bergerak dan/
atau benda bergerak;
e. penyiapan penyuluh penerangan di daerah untuk melakukan pembinaan dan
pengembangan wakaf kepada Nazhir sesuai dengan lingkupnya; dan
f. pemberian fasilitas masuknya dana-dana wakaf dari dalam dan luar negeri dalam
pengembangan dan pemberdayaan wakaf.
Pasal 54
Dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) pemerintah
memperhatikan saran dan pertimbangan MUI sesuai dengan tingkatannya.
Pasal 55
1) Pembinaan terhadap Nazhir, wajib dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.
2) Kerjasama dengan pihak ketiga, dalam rangka pembinaan terhadap kegiatan perwakafan di
Indonesia dapat dilakukan dalam bentuk penelitian, pelatihan, seminar maupun kegiatan
lainnya.
3) Tujuan pembinaan adalah untuk peningkatan etika dan moralitas dalam pengelolaan wakaf
serta untuk peningkatan profesionalitas pengelolaan dana wakaf.
Pasal 56
1) Pengawasan terhadap perwakafan dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, baik aktif
maupun pasif.
2) Pengawasan aktif dilakukan dengan melakukan pemeriksaan langsung terhadap Nazhir atas
pengelolaan wakaf, sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.
3) Pengawasan pasif dilakukan dengan melakukan pengamatan atas berbagai laporan yang
disampaikan Nazhir berkaitan dengan pengelolaan wakaf.
4) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemerintah dan
masyarakat dapat meminta bantuan jasa akuntan publik independen.
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan terhadap perwakafan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB IX
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 57
1) Menteri dapat memberikan peringatan tertulis kepada LKS-PWU yang tidak menjalankan
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25.
2) Peringatan tertulis paling banyak diberikan 3 (tiga) kali untuk 3 (tiga) kali kejadian yang
berbeda.
3) Penghentian sementara atau pencabutan izin sebagai LKSPWU dapat dilakukan setelah LKSPWU
dimaksud telah menerima 3 kali surat peringatan tertulis.
4) Penghentian sementara atau pencabutan izin sebagai LKSPWU dapat dilakukan setelah
mendengar pembelaan dari LKS-PWU dimaksud dan/atau rekomendasi dari instansi terkait.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 58
(1) Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, harta benda tidak bergerak berupa tanah,
bangunan, tanaman dan benda lain yang terkait dengan tanah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 yang telah diwakafkan secara sah menurut syariah tetapi belum terdaftar sebagai
benda wakaf menurut Peraturan Perundang-undangan sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah ini, dapat didaftarkan menurut ketentuan Peraturan Pemerintah ini, dengan
ketentuan:
a. dalam hal harta benda wakaf dikuasai secara fisik,
dan sudah ada AIW;
b. dalam hal harta benda wakaf yang tidak dikuasai
secara fisik sebagian atau seluruhnya, sepanjang
Wakif dan/atau Nazhir bersedia dan sanggup
menyelesaikan penguasaan fisik dan dapat
membuktikan penguasaan harta benda wakaf
tersebut adalah tanpa alas hak yang sah; atau
c. dalam hal harta benda wakaf yang dikuasai oleh ahli
waris Wakif atau Nazhir, dapat didaftarkan menjadi
wakaf sepanjang terdapat kesaksian dari pihak yang
mengetahui wakaf tersebut dan dikukuhkan dengan
penetapan pengadilan.
(2) Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini:
a. lembaga non keuangan atau perseorangan yang
menerima wakaf uang wajib untuk mengalihkan
penerimaan wakaf uang melalui rekening wadi'ah
pada LKS-PWU yang ditunjuk oleh Menteri;
b. lembaga keuangan yang menerima wakaf uang wajib
mengajukan permohonan kepada Menteri sebagai
LKSPWU.
(3) Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, perseorangan, organisasi, atau badan hukum
yang mengelola wakaf uang wajib mendaftarkan pada Menteri dan BWI melaui KUA setempat
untuk menjadi Nazhir.
Pasal 59
Sebelum BWI terbentuk, tanda bukti pendaftaran Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (4) diterbitkan oleh Menteri.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 60
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, pelaksanaan wakaf yang didasarkan ketentuan
Peraturan Perundangundangan yang berlaku sebelum Peraturan Pemerintah ini sepanjang tidak
bertentangan dinyatakan sah sebagai wakaf menurut Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 61
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 15 Desember 2006
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
DR. H, SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Desember 2006
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
HAMID AWALUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 105
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesra,
Wisnu Setiawan